RANGKUMAN MATERI ETIKA BISNIS
ETIKA BISNIS
1. Definsi Etika dan Bisnis
Pengertian Etika
Pengertian Etika (Etimologi), berasal dari bahasa
Yunani adalah “Ethos”, yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan
(custom). Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral yang merupakan
istilah dari bahasa Latin, yaitu “Mos” dan dalam bentuk jamaknya “Mores”, yang
berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan
perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk.
Etika dan moral lebih kurang sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan
sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk penilaian
perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah untuk pengkajian sistem
nilai-nilai yang berlaku. Etika adalah Ilmu yang membahas perbuatan baik dan
perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia.
Pengertian Bisnis
Bisnis berasal dari bahasa Inggris business,
mengembangkan kata dasar busy yang berarti “sibuk” dalam konteks individu,
komunitas, ataupun masyarakat. Sedangkan dalam kamus lengkap bahasa Inggris
karangan Prof. Drs. S. Wojowasito dan W.J.S Poerwadarminta, business
diterjemahkan menjadi : pekerjaan; perusahaan; perdagangan; atau urusan. Jadi
bisnis bisa diartikan menjadi suatu kesibukan atau aktivitas dan pekerjaan
yang mendatangkan keuntungan atau nilai tambah. Dalam ilmu ekonomi, bisnis
merupakan organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen atau bisnis
lainnya, untuk mendapatkan laba. Dalam ekonomi kapitalis, dimana kebanyakan
bisnis dimiliki oleh pihak swasta, bisnis dibentuk untuk mendapatkan profit dan
meningkatkan kemakmuran para pemiliknya. Pemilik dan operator dari sebuah
bisnis mendapatkan imbalan sesuai dengan waktu, usaha, atau kapital yang mereka
berikan. Namun tidak semua bisnis mengejar keuntungan seperti ini, misalnya
bisnis koperatif yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan semua anggotanya
atau institusi pemerintah yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Model bisnis seperti ini kontras dengan sistem sosialistik, dimana bisnis besar
kebanyakan dimiliki oleh pemerintah, masyarakat umum, atau serikat pekerja.
Pengertian Etika Bisnis
Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis,
yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga
masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma
dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan
sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat. Perusahaan
meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis
dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati
kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku. Etika
Bisnis dapat menjadi standar dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk
manajemen dan menjadikannya sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan
sehari-hari dengan dilandasi moral yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang
profesional.
2. Prinsip-prinsip Etika Bisnis
Berdasarkan teori ekonomi, bisnis memang mempunyai
etika. Kalau bisnis mempunyai etika, maka pertanyaan yang muncul adalah prinsip
etika yang mana yang berlaku dalam kegiatan bisnis? Apakah prinsip-prinsip itu
berlaku umum?
Beberapa prinsip etika bisnis dapat disampaikan
sebagai berikut:
Prinsip Otonomi
Otonomi merupakan sikap dan kemampuan manusia untuk
mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadaran sendiri tentang apa
yang dianggapnya baik untuk dilakukan. Seseorang dikatakan memiliki prinsip
otonomi dalam berbisnis jika ia sadar sepenuhnya akan kewajibannya dalam dunia
bisnis. Ia tahu mengenai bidang kegiatannya, situasi yang dihadapinya, tuntutan
dan aturan yang berlaku bagi bidang kegiatannya. Ia sadar dan tahu akan
keputusan dan tindakan yang akan diambilnya serta risiko atau akibat yang akan
timbul baik bagi dirinya dan perusahaannya maupun bagi pihak lain.
Di samping itu ia juga tahu bahwa keputusan dan
tindakan yang akan diambilnya akan sesuai atau sebaliknya bertentangan dengan
nilai atau norma moral tertentu. Oleh karena itu orang yang otonom bukanlah
orang yang sekedar mengikuti begitu saja norma dan nilai moral yang ada,
melainkan ia tahu dan sadar bahwa apa yang dilakukan itu adalah sesuatu yang
baik.
Hal yang demikian berlaku juga dalam bidang bisnis.
Misalnya seorang pelaku bisnis hanya mungkin bertindak secara etis kalau dia
diberi kebebasan dan kewenangan penuh untuk mengambil keputusan dan bertindak
sesuai dengan apa yang dianggapnya baik. Tanpa kebebasan ini para pelaku bisnis
hanya akan menjadi robot yang hanya bisa tunduk pada tuntutan perintah, dan
kendali dari luar dirinya. Hanya dengan kebebasan seperti itu ia dapat
menentukan pilihannya secara tepat dalam menjalankan dan mengembangkan
bisnisnya .
Prinsip Kejujuran
Dalam kenyataannya, kegiatan bisnis tidak akan bisa
bertahan dan berhasil kalau tidak didasarkan pada prinsip kejujuran.
Sesungguhnya para pelaku bisnis modern sadar dan mengakui bahwa memang
kejujuran dalam berbisnis adalah kunci keberhasilannya, termasuk untuk bertahan
dalam jangka panjang, dalam suasana bisnis yang penuh dengan persaingan.
Kejujuran ini sangat penting artinya bagi kepentingan
masingmasing pihak dan selanjutnya sangat menentukan hubungan dan kelangsungan
bisnis masing-masing pihak. Apabila salah satu pihak berlaku curang, maka pihak
yang dirugikan untuk waktu yang akan datang tidak akan lagi bersedia menjalin
hubungan bisnis dengan pihak yang berbuat curang tersebut.
Jadi dengan berlaku curang dalam memenuhi
syarat-syarat perjanjian atau kontrak dengan pihak tertentu, maka pelaku bisnis
sesungguhnya telah menggali kubur bagi bisnisnya sendiri. Kejujuran juga sering
dikaitkan dengan mutu dan harga barang yang ditawarkan. Sebagaimana telah
disampaikan di depan, dalam bisnis modern yang penuh dengan persaingan,
kepercayaan konsumen adalah hal yang paling pokok untuk dipertahankan.
Oleh karena itu sekali pengusaha menipu konsumen,
entah melalui iklan atau pelayanan yang tidak sesuai dengan yang
diinformasikan, konsumen akan dengan mudah lari dan pindah ke produsen yang
lain. Cara-cara promosi yang berlebihan, tipu-menipu bukan lagi cara bisnis
yang baik dan berhasil. Kenyataan bahwa banyak konsumen Indonesia lebih suka
membeli produk dari luar negeri, menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia kurang
begitu percaya dengan produk buatan bangsanya sendiri.
Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan menuntut agar setiap orang
diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai dengan
kriteria yang rasional, obyektif dan dapat dipertanggung jawabkan. Demikian
pula prinsip keadilan menuntut agar setiap orang dalam kegiatan bisnis entah
dalam relasi eksternal perusahaan maupun relasi internal perusahaan perlu
diperlakukan secara sama sesuai dengan haknya masing-masing. Keadilan menuntut
agar tidak ada pihak yang dirugikan hak dan kepentingannya.
Prinsip Saling Menguntungkan
Prinsip ini menuntut agar bisnis dijalankan sedemikian
rupa sehingga menguntungkan semua pihak. Jadi kalau prinsip keadilan menuntut
agar tidak boleh ada pihak yang dirugikan hak dan kepentingannya, prinsip
saling menguntungkan menuntut hak yang sama yaitu agar semua pihak berusaha
untuk saling menguntungkan satu sama lain. Prinsip ini terutama mengakomodasi
hakikat dan tujuan bisnis.
Dalam kenyataan, pengusaha ingin memperoleh keuntungan
dan konsumen ingin memperoleh barang dan jasa yang memuaskan (harga tertentu
dan kualitas yang baik) maka bisnis hendaknya dijalankan saling menguntungkan
antara produsen dan konsumen.
Prinsip Integritas Moral
Prinsip ini menganjurkan agar orang-orang yang
menjalankan bisnis tetap dapat menjaga nama baik perusahaan. Perusahaan harus
megelola bisnisnya sedemikian rupa agar tetap dipercaya, tetap paling unggul
dan tetap yang terbaik.
Dengan kata lain prinsip ini merupakan tuntutan dan
dorongan dari dalam diri pelaku bisnis dan perusahaan untuk menjadi yang terbaik
dan dibanggakan. Hal ini tercermin dalam seluruh perilaku bisnisnya dengan
siapa saja, baik keluar maupun ke dalam perusahaan.
9 prinsip
etika lingkungan
1. Prinsip
sikap hormat terhadap alam (respect for nature)
Manusia
mempunyai kewajiban menghargai hak semua makhluk hidup untuk berada, hidup,
tumbuh, dan berkembang secara alamiah sesuai dengan tujuan penciptanya. Untuk
itu manusia perlu merawat, menjaga, melindungi, dan melestarikan alam beserta
seluruh isinya serta tidak diperbolehkan merusak alam tanpa alasan yang dapat
dibenarkan secara moral. Contoh : melakukan reboisasi hutan, tidak menebang
pohon secara sembarangan, dan menanam pohon/tanaman di lingkungan sekitar.
3.
Prinsip tanggung jawab (moral responsibility for
nature)
Sejatinya
alam adalah milik kita bersama. Jika alam dihargai sebagai bernilai pada
dirinya sendiri, maka rasa tanggung jawab akan muncul dengan sendirinya pada
diri manusia. Contoh : merasa perlu/harus merawat pohon dan tanaman dengan
baik, menjaga kebersihan lingkungan sekitar dari sampah-sampah, serta tidak
membuang sampah disembarang tempat.
3. Prinsip
solidaritas kosmis (cosmic solidarity)
Solidaritas
kosmis adalah sikap solidaritas manusia dengan alam, yang berfungsi untuk
mengontrol perilaku manusia dalam batas-batas keseimbangan kosmis, serta
mendorong manusia untuk mengambil kebijakan yang pro alam dan tidak setuju
terhadap tindakan yang merusak alam.
Contoh
: melakukan tebang pilih pohon, tidak mengeksploitasi sumber daya alam(SDA)
secara berlebihan, serta memberikan sanksi yang tegas kepada pelaku yang
merusak alam, seperti menebang pohon secara sembarangan.
4. Prinsip
kasih sayang dan kepedulian terhadap alam (caring for nature)
Prinsip
ini merupakan prinsip moral satu arah yang artinya tanpa mengharap balasan
serta tidak didasarkan pada pertimbangan kepentingan pribadi melainkan untuk
kepentingan alam. Contoh : menanam pohon sedini mungkin walaupun kita belum
merasakan manfaatnya sekarang, namun itu sangat berguna bagi generasi
selanjutnya., serta menanam pohon tanpa mengharapkan imbalan/tanpa pamrih.
5 Prinsip
tidak merugikan (no harm).
Prinsip
ini merupakan prinsip tidak merugikan alam secara tidak perlu. Bentuk minimal
berupa tidak perlu melakukan tindakan yang merugikan atau mengancam eksistensi
makhluk hidup lain di alam semesta. Contoh : saat menangkap ikan tidak
menggunakan bom/pukat harimau, melakukan tebang pilih pohon,tidak mnebangi
hutan sembarangan tidak membuang sampah sembarangan.
6. Prinsip
hidup sederhana dan selaras dengan alam
Prinsip
ini menekankan pada nilai, kualitas, cara hidup, dan bukan kekayaan,
sarana,standard material. Contoh : tidak berlebihan dalam menggunakan sumber
daya alam;seperti penggunaan kertas , kurangi menggunakan alat-alat yang dapat
merusak lingkungan; seperti penggunaan AC,kulkas,parfum semprot, dll.
7. Prinsip
keadilan
Prinsip
keadilan sangat berbeda dengan prinsip-prinsip sebelumnya, Prinsip keadilan lebih
ditekankan pada bagaimana manusia harus berperilaku adil terhadap yang lain
dalam keterkaitan dengan alam semesta juga tentang sistem social yang harus
diatur agar berdampak positif bagi kelestarian lingkungan hidup. Contoh :
memberikan sanksi yang tegas terhadap perusak lingkungan hidup.
8. Prinsip
demokrasi
Demokrasi
justru memberi tempat seluas-luasnya bagi perbedaan, keanekaragaman, dan
pluralitas. Contoh : memerhatikan lingkungan sekitar, baik berupa
multikulturalisme, diverivikasi pola tanam, diversivikasi pola makan, dan
sebagainya.
9. Prinsip
integrasi moral
Prinsip
ini menuntut pejabat publik agar mempunyai sikap dan prilaku moral yang
terhormat serta memegang teguh untuk mengamankan kepentingan publik yang terkait
dengan sumber daya alam. Contoh : orang yang diberi kepercayaan untuk melakukan
analisi mengenai dampak lingkungan, seperti pajabat publik harus menjalankan
tugasnya demi terciptanya kelestarian lingkungan hidup kita.
4. Model Etika dalam Bisnis, Sumber Nilai Etika dan Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Etika Manajerial
Menurut Zimmerer, pihak yang bertanggung
jawab terhadap moral etika adalah manajer. Oleh karena itu, ada tiga tipe
manajer dilihat dari sudut etikanya, yaitu :
1. Immoral
Manajemen
Manajer Immoral didorong oleh Sumber : Thomas W.
Zimmerer, Norman M. Scarborough, Entrepreneurship and The New Ventura Formation
1996 hal. 21, alasan kepentingan dirinya sendiri demi keuntungan sendiri atau
perusahaannya. Kekuatan yang menggerakkan manajemen Imoral adalah kerakusan/
ketamakan, yaitu berupa prestasi organisasi atau keberhasilan personal.
Manajemen immoral merupakan kutub yang berlawanan dengan manajemen etika.
Misalnya, pengusaha yang menggaji karyawannya dengan gaji dibawah upah fisik
minimum atau perusahaan yang meniru produk-produk perusahaan lain, atau
perusahaan percetakan yang memperbanyak cetakannya melebihi kesepakatan dengan
pemegang hak cipta dan sebagainya.
Immoral manajemen juga merupakan tingkatan terendah
dari model manajemen dalam menerapkan prinsip-prinsip etika bisnis. Manajer
yang memiliki manajemen tipe ini pada umumnya sama sekali tidak mengindahkan
apa yang dimaksud dengan moralitas, baik dalam internal organisasinya maupun
bagaimana dia menjalankan aktivitas bisnisnya. Para pelaku bisnis yang
tergolong pada tipe ini, biasanya memanfaatkan kelemahan-kelemahan dan
kelengahan-kelengahan dalam komunitas untuk kepentingan dan keuntungan diri
sendiri, baik secara individu atau kelompok mereka. Kelompok manajemen ini
selalu menghindari diri dari yang disebut etika. Bahkan hukum dianggap sebagai
batu sandungan dalam menjalankan bisnisnya.
2. Amoral
Manajemen
Tujuan utama dari manajemen amoral adalah juga
profit, akan tetapi tindakannya berbeda dengan manajemen immoral. Ada satu cara
kunci yang membedakannya, yaitu mereka tidak dengan sengaja melanggar hukum atau
norma etika. Bahkan pada manajemen amoral adalah bebas kendali dalam mengambil
keputusan, artinya mereka tidak mempertimbangkan etika dalam mengambil
keputusan. Salah satu contoh dari manajemen amoral adalah penggunaan test lie
detector bagi calon karyawan.
Tingkatan kedua dalam aplikasi etika dan moralitas
dalam manajemen adalah amoral manajemen. Berbeda dengan immoral manajemen,
manajer dengan tipe manajemen seperti ini sebenarnya bukan tidak tahu sama
sekali etika atau moralitas. ). Tipe ini adalah para manajer yang dianggap
kurang peka, bahwa dalam segala keputusan bisnis yang diperbuat sebenarnya
langsung atau tidak langsung akan memberikan efek pada pihak lain. Oleh karena
itu, mereka akan menjalankan bisnisnya tanpa memikirkan apakah aktivitas bisnisnya
sudah memiliki dimensi etika atau belum. Manajer tipe ini mungkin saja punya
niat baik, namun mereka tidak bisa melihat bahwa keputusan dan aktivitas bisnis
mereka apakah merugikan pihak lain atau tidak.
3. Moral
Manajemen
Manajemen moral juga bertujuan untuk meraih
keberhasilan, tetapi dengan menggunakan aspek legal dan prinsip-prinsip etika.
Filosofi manajer moral selalu melihat hukum sebagai standar minimum untuk
beretika dalam perilaku. Dalam moral manajemen, nilai-nilai etika dan moralitas
diletakkan pada level standar tertinggi dari segala bentuk prilaku dan
aktivitas bisnisnya. Manajer yang termasuk dalam tipe ini hanya menerima dan
mematuhi aturan-aturan yang berlaku namun juga terbiasa meletakkan
prinsip-prinsip etika dalam kepemimpinannya. Seorang manajer yang termasuk
dalam tipe ini menginginkan keuntungan dalam bisnisnya, tapi hanya jika bisnis
yang dijalankannya secara legal dan juga tidak melanggar etika yang ada dalam
komunitas, seperti keadilan, kejujuran, dan semangat untuk mematuhi hukum yang
berlaku.
Sumber
nilai etika
a. Agama
Banyak ajaran dan paham pada masing-masing agama.
Dengan maksud pengertian Agama adalah sebuah koleksi terorganisir dari
kepercayaan, sistem budaya, dan pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan
tatanan/perintah dari kehidupan. Banyak agama memiliki narasi, simbol,
dan sejarah suci yang dimaksudkan untuk menjelaskan makna hidup dan / atau
menjelaskan asal usul kehidupan atau alam semesta. Dari keyakinan mereka
tentang kosmos dansifat manusia, orang
memperoleh moralitas, etika, hukum agama atau gaya
hidup yang disukai. Menurut beberapa perkiraan, ada sekitar 4.200 agama di
dunia.
b. Filosofi
Pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang.
Arti Filosofi yaitu studi mengenai kebijaksanaan, dasar dasar
pengetahuan, dan proses yang digunakan untuk mengembangkan dan merancang
pandangan mengenai suatu kehidupan. Filosofi memberi pandangan dan menyatakan
secara tidak langsung mengenai sistem kenyakinan dan kepercayaan. Setiap
filosofi individu akan dikembangkan dan akan mempengaruhi prilaku dan sikap
individu tersebut. Seseorang akan mengembangkan filosofinya melalui belajar
dari hubungan interpersona, pengalaman pendidikan formal dan informal,
keagamaan, budaya dan lingkungannya.
c. Budaya
Ciri khas utama yang paling menonjol yaitu
kekuluargaan dan hubungan kekerabatan yang erat. Definisi budaya adalah
suatu cara hidup yang berkembang, dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok
orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari
banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik,
adatistiadat, bahasa,
perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa,
sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga
banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika
seseorang berusaha berkomunikasidengan orang-orang yang berbeda budaya, dan
menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak,
dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif.
Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar, dan meliputi banyak kegiatan sosial
manusia.
d. Hukum
Biasanya hukum dibuat setelah pelanggaran –
pelanggaran terjadi dalam komunitas. Arti hukum adalah sistem yang
terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan. Dari bentuk
penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam
berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan sosial
antar masyarakat terhadap
kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana yang
berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum
menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi
manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan mereka yang akan
dipilih.
Administratif hukum digunakan untuk meninjau kembali
keputusan dari pemerintah, sementara hukum internasional mengatur persoalan
antara berdaulat negara dalam kegiatan mulai dari perdagangan lingkungan
peraturan atau tindakan militer. filsuf Aristotle menyatakan bahwa “Sebuah
supremasi hukum akan jauh lebih baik dari pada dibandingkan dengan peraturan
tirani yang merajalela.”
Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi etika manajerial mencakup :
1. Leadership
Kepemimpinan (Leadership) adalah kemampuan individu
untuk mempengaruhi memotivasi, dan membuat orang lain mampu memberikan
kontribusinya demi efektivitas dan keberhasilan organisasi … (House et. Al.,
1999 : 184). Menurut Handoko (2000 : 294) definisi atau pengertian kepemimpinan
telah didefiinisikan dengan berbagai cara yang berbeda oleh berbagai orang yang
berbeda pula. Menurut Stoner, kepemimpinan manajerial dapat didefinisikan
sebagai suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh pada kegiatan-kegiatan
dari sekelompok anggota yang saling berhubungan tugasnya.
Ada tiga implikasi penting dari definisi tersebut,
antara lain: Pertama, kepemimpinan menyangkut orang lain – bawahan atau
pengikut. Kesediaan mereka untuk menerima pengarahan dari pemimpinan, para
anggota kelompok membantu menentukan status/kedudukan pemimpin dan membuat
proses kepemimpinan dapat berjalan. Tanpa bawahan, semua kualitas kepemimpinan
seorang manajer akan menjadi tidak relevan. Kedua, kepemimpinan menyangkut suatu
pembagian kekuasaan yang tidak seimbang di antara para pemimpin dan anggota
kelompok. Para pemimpin mempunyai wewenang untuk mengarahkan berbagai kegiatan
para anggota kelompok, tetapi para anggota kelompok tidak dapat mengarahkan
kegiatan-kegiatan pemimpin secara langsung, meskipun dapat juga melalui
sejumlah cara secara tidak langsung. Ketiga, pemimpin mempergunakan pengaruh.
Dengan kata lain, para pemimpin tidak hanya dapat memerintah bawahan apa yang
harus dilakukan tetapi juga dapat memepengaruhi bagaimana bawahan melaksanakan
perintahnya.
2. Strategi dan
Performasi
Pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan
pelaksanaan gagasan,
perencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas dalam kurun waktu tertentu.Fungsi
yang penting dari sebuah manajemen adalah untuk kreatif dalam menghadapi
tingginya tingkat persaingan yang membuat perusahaannya mencapai tujuan
perusahaan terutama dari sisi keuangan tanpa harus menodai aktivitas bisnisnya
berbagai kompromi etika. Sebuah perusahaan yang jelek akan memiliki kesulitan
besar untuk menyelaraskan target yang ingin dicapai perusahaannya dengan
standar-standar etika. Karena keseluruhan strategi perusahaan yang disebut
excellence harus bisa melaksanakan seluruh kebijakan-kebijakan perusahaan guna
mencapai tujuan perusahaan dengan cara yang jujur.
3. Karakteristik
individu
Merupakan suatu proses psikologi yang mempengaruhi
individu dalam memperoleh, mengkonsumsi serta menerima barang dan jasa serta
pengalaman. Karakteristik individu merupakan faktor internal (interpersonal)
yang menggerakan dan mempengaruhi perilaku individu”.
4. Budaya
Organisasi
Menurut Mangkunegara, (2005:113), budaya organisasi
adalah seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai-nilai dan norma yang
dikembangkan dalam organisasi yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi
anggota-anggotanya untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi
internal.
Budaya organisasi juga berkaitan dengan bagaimana karyawan memahami
karakteristik budaya suatu organisasi, dan tidak terkait dengan apakah karyawan
menyukai karakteristik itu atau tidak. Budaya organisasi adalah suatu sikap
deskriptif, bukan seperti kepuasan
kerjayang lebih bersifat evaluatif.
5.
Norma dan etika dalam pemasaran, produksi, manajemen sumber
daya manusia dan finansial
Pasar dan Perlindungan Konsumen
Dalam pendekatan pasar, terhadap perlindungan konsumen, keamanan konsumen dilihat sebagai produk yang paling efisien bila disediakan melalui mekanisme pasar bebas di mana penjual memberikan tanggapan terhadap permintaan konsumen. (Velazquez,2005: 317). Adapun kewajiban konsumen untuk melindungi kepentingannya ataupun produsen yang melindungi kepentingan konsumen, sejumlah teori berbeda tgentang tugas etis produsen telah dikembangkan , masing- masing menekankan keseimbangan yang berbeda antara kewajiban konsumen pada diri mereka sendiri dengan kewajiban produsen pada konsumen meliputi pandangan kontrak, pandangan “ due care” dan pandangan biaya sosial. Pandangan kontrak kewajiban produsen terhadap konsumen. Menurut pandangan kontrak tentang tugas usaha bisnis terhadap konsumen, hubungan antara perusahaan dengan konsumen pada dasarnya merupakan hubungan kontraktual, dan kewajiban moral perusahaan pada konsumen adalah seperti yang diberikan dalam hubungan kontraktual. Pandangan ini menyebutkan bahwa saat konsumen membeli sebuah produk, konsumen secara sukarela menyetujui “ kontrak penjualan” dengan perusahaan. Pihak perusahaan secara sukarela dan sadar setuju untuk memberikan sebuah produk pada konsumen dengan karakteristik tertentu, dan konsumen juga dengan sukarela dan sadar setuju membayar sejumlah uang pada perusahaan untuk produk tersebut. Karena telah sukarela menyetujui perjanjian tersebut, pihak perusahaan berkewajiban memberikan produk sesuai dengan karakteristik yang dimaksud. Teori kontrak tentang tugas perusahaan kepada konsumen didasarkan pada pandangan bahwa kontrak adalah sebuah perjanjian bebas yang mewajibkan pihak-pihak terkait untuk melaksanakan isi persetujuan. Teori ini memberikan gambaran bahwa perusahaan memiliki empat kewajiban moral utama: kewajiban dasar untuk mematuhi isi perjanjian penjualan, dan kewajiban untuk memahami sifat produk , menghindari misrepesentasi, dan menghindari penggunaan paksaan atau pengaruh . Dengan bertindak sesuai kewajiban-kewajiban tersebut,perusahaan berartim menghormati hak konsumen untuk diperlakukan sebagai individu yang bebas dan sederajat atau dengan kata lain,sesuai dengan hak mereka untuk memperoleh perlakuan yang mereka setuju untuk dikenakan pada mereka. (Velazquez,2005: 321-323). Meskipun demikian, teori kontraktual mempunyai kelemahan diantaranya. Pertama, teori ini secara tidak realistis mengasumsikan bahwa perusahaan melakukan perjanjian secara langsung dengan konsumen. Kedua, teori ini difokuskan pada fakta bahwa sebuah kontrak sama dengan bermata dua. Jika konsumen dengan sukarela setuju untuk membeli sebuah produk dengan kualitas- kualitas tertentu , maka dia bisa setuju untuk membeli sebuah produk tanpa kualitas-kualitas tersebut. Atau dengan kata lain, kebebasan kontrak memungkinkan perusahaan dibebaskan dari kewajiban kontrak dengan secara eksplisit menyangkal bahwa produk yang dijual bisa diandalkan,bisa diperbaiki, aman dan sebagainya. Ketiga, asumsi penjual dan pembeli adalah sama dalam perjanjian penjualan.
Teori Due care
Teori ini menerangkan tentang kewajiban perusahaan terhadap konsumen didasarkan pada gagasan bahwa pembeli dan konsumen tidak saling sejajar dan bahwa kepentingan-kepentingan konsumen sangat rentan terhadap tujuan-tujuan perusahaan yang dalam hal ini memiliki pengetahuan dan keahlian yang tidak dimiliki konsumen. Adapun kelemahan yang didapat dari teori ini adalah tidak adanya metode yang jelas untuk menentukan kapan seseorang atau produsen telah memberikan perhatian yang memadai. Kemudian, asumsi bahwa produsen mampu menemukan resiko – resiko yang muncul dalam penggunaan sebuah produk sebelum konsumen membeli dan menggunakannya.
Pandangan teori biaya sosial
Teori ini menegaskan bahwa produsen bertanggungjawab atas semua kekurangan produk dan setiap kekurangan yang dialami konsumen dalam memakai poroduk tersebut. Teori ini merupakan versi yang paling ekstrem dari semboyan “ caveat venditor” (hendaknya si penjual berhati- hati). Walaupun teori ini menguntungkan untuk konsumen, rupanya sulit mempertahankannya juga.
Ada juga tanggung jawab bisnis lainnya terhadap konsumen, yaitu ;
Kualitas produk
Dengan kualitas produk disini dimaksudkan bahwa produk sesuai dengan apa yang dijanjikan oleh produsen (melalui iklan atau informasi lainnya) dan apa yang secara wajarBOLEH diharapkan oleh konsumen. Konsumen berhak atas produk yang berkualitas , karena ia membayar untuk itu. Dan bisnis berkewajiban untuk menyampaikan produk yang berkualitas, misalnya produk yang tidak kadaluwarsa ( bila ada batas waktu seperti obat-obatan atau makanan).
Harga
Harga merupakan buah hasil perhitungan faktor-faktor seperti biaya produksi, biaya investasi, promosi, pajak, ditambah tentu laba yang wajar. Dalam sistem ekonomi pasar bebas, sepintas lalu rupanya harga yang adil adalah hasil akhir dari perkembangan daya-daya pasar . Kesan spontan adalah bahwa harga yang adil dihasilkan oleh tawar- menawar sebagaimana dilakukan di pasar tradisional, dimana si pembeli sampai pada maksimum harga yang mau ia pasang. Transaksi terjadi, bila maksimum dan minimum itu bertemu. Dalam hal ini mereka tentu dipengaruhi oleh para pembeli dan penjual lain di pasar dan harga yang mau mereka bayar atau pasang . Jika penjual lain menawarkan barangnya dengan harga lebih murah, tentu saja para pembeli akan pindah ke tempat itu. Harga bisa dianggap adil karena disetujui oleh semua pihak yang terlibat dalam proses pembentukannya (Bertens, 2000: 242)
Pengemasan dan pemberian label
Pengemasan produk dan label yang ditempelkan pada produk merupakan aspek bisnis yang semakin penting. Selain bertujuan melindungi produk dan memungkinkan mempergunakan produk dengan mudah, kemasan berfungsi juga untuk mempromosikan produk, terutama di era toko swalayan sekarang. Pengemasan dan label dapat menimbulkan juga masalah etis. Tuntutan etis yang pertama ialah informasi yang disebut pada kemasan benar . Kemudian tuntutan lain yang diperoleh dari pengemasan ini adalah tidakBOLEH menyesatkan konsumen.
Etika Iklan
Iklan adalah
Pesan komunikasi pemasaran atau komunikasi publik tentang sesuatu produk yang
disampaikan melalui sesuatu media, dibiayai oleh pemrakarsa yang dikenal serta
ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat. sedangkan periklanan adalah
seluruh proses yang meliputi penyiapan, perencanaan, penyampaian dan umpan
balik dari pesan komunikasi pemasaran
(Dikutip dari: Etika Pariwara Indonesia, cetakan 3, 2007)
(Dikutip dari: Etika Pariwara Indonesia, cetakan 3, 2007)
Etika periklanan di Indonesia diatur dalam etika pariwara Indonesia (EPI). EPI menyusun pedoman tata krama periklanannya melalui dua tatanan :
1. Tata Krama (Code of Conducts)
Metode penyebarluasan pesan periklanan kepada masyarakat, yang bukan tentang unsur efektivitas, estetika, dan seleranya. Adapun ketentuan yang dibahas meliputi:
1. Tata krama isi iklan
2. Tata krama raga iklan
3. Tata krama pemeran iklan
4. Tata krama wahana iklan
2. Tata
Cara (Code of Practices) Hanya mengatur praktek usaha para pelaku periklanan
dalam memanfaatkan ruang dan waktu iklan yang adil bagi semua pihak yang saling
berhubungan.
Ada 3 asas
umum yang EPI jadikan dasar, yaitu :
1. Jujur, benar, dan bertanggung jawab.
2. Bersaing secara sehat.
3. Melindungi dan menghargai khalayak, tidak merendahkan agama, budaya, negara, dan golongan, serta tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.
1. Jujur, benar, dan bertanggung jawab.
2. Bersaing secara sehat.
3. Melindungi dan menghargai khalayak, tidak merendahkan agama, budaya, negara, dan golongan, serta tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.
Privasi Konsumen
Privasi merupakan tingkatan interaksi atau keterbukaan yang dikehendaki seseorang pada suatu kondisi atau situasi tertentu. adapun definisi lain dari privasi yaitu sebagai suatu kemampuan untuk mengontrol interaksi, kemampuan untuk memperoleh pilihan pilihan atau kemampuan untuk mencapai interaksi seperti yang diinginkan.
Multimedia Etika Bisnis
Salah satu cara pemasaran yang efektif adalah melalui multimedia. Bisnis multimedia berperan penting dalam menyebarkan informasi, karena multimedia is the using of media variety to fulfill communications goals. Elemen dari multimedia terdiri dari teks, graph, audio, video, and animation. Bicara mengenai bisnis multimedia, tidak bisa lepas dari stasiun TV, koran, majalah, buku, radio, internet provider, event organizer, advertising agency, dll.
Multimedia memegang peranan penting dalam penyebaran informasi produk salah satunya dapat terlihat dari iklan-iklan yang menjual satu kebiasaan/ produk yang nantinya akan menjadi satu kebiasaan populer. Sebagai saluran komunikasi, media berperan efektif sebagai pembentuk sirat konsumerisme.
Etika
berbisnis dalam multimedia didasarkan pada pertimbangan:
Akuntabilitas perusahaan, di dalamnya termasuk corporate governance, kebijakan keputusan, manajemen keuangan, produk dan pemasaran serta kode etik.
Tanggung jawab sosial, yang merujuk pada peranan bisnis dalam lingkungannya, pemerinta lokal dan nasional, dan kondisi bagi pekerja
Etika
Produksi
Pengertian produksi adalah Produksi yang menghasilkan barang dan jasa baru sehingga dapat menambah jumlah, mengubah bentuk, atau memperbesar ukurannya.
Pengertian produksi adalah Produksi yang menghasilkan barang dan jasa baru sehingga dapat menambah jumlah, mengubah bentuk, atau memperbesar ukurannya.
Pemanfaatan
SDM
Dalam
pengertian sehari-hari, Sumber Daya Manusia (SDM) lebih dimengerti sebagai
bagian integral dari sistem yang membentuk suatu organisasi. Oleh karena itu,
dalam bidang kajian psikologi, para praktisi SDM harus mengambil penjurusan
industri dan organisasi.
Dalam pemanfaatan SDM, permasalahan yang masih dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah sebagai berikut:
Kualitas SDM yang sebagian besar masih rendah atau kurang siap memasuki
dunia kerja atau dunia usaha.
Terbatasnya jumlah lapangan kerja.
Jumlah angka pengangguran yang cukup tinggi.
Dalam pemanfaatan SDM, permasalahan yang masih dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah sebagai berikut:
Kualitas SDM yang sebagian besar masih rendah atau kurang siap memasuki
dunia kerja atau dunia usaha.
Terbatasnya jumlah lapangan kerja.
Jumlah angka pengangguran yang cukup tinggi.
Dalam
pemanfaatan sumber daya tersebut maka solusinya adalah dengan
melaksanakan :
Program
pelatihan bagi tenaga kerja sehingga tenaga kerja memiliki keahlian yang sesuai
dengan lapangan yang tersedia, pembukaan investasi-investasi baru, melakukan
program padat karya, serta memberikan penyuluhan dan informasi yang cepat
mengenai lapangan pekerjaan.
Keberhasilan upaya tersebut di atas, pada akhirnya diharapkan dapat menciptakan basis dan ketahanan perekonomian rakyat yang kuat dalam menghadapi persaingan global baik di dalam maupun di luar negeri dan pada gilirannya dapat mempercepat terwujudnya kemandirian bangsa.
Keberhasilan upaya tersebut di atas, pada akhirnya diharapkan dapat menciptakan basis dan ketahanan perekonomian rakyat yang kuat dalam menghadapi persaingan global baik di dalam maupun di luar negeri dan pada gilirannya dapat mempercepat terwujudnya kemandirian bangsa.
Etika Kerja
Etika kerja adalah sistem nilai atau norma yang digunakan oleh seluruh karyawan perusahaan, termasuk pimpinannya dalam pelaksanaan kerja sehari-hari. Perusahaan dengan etika kerja yang baik akan memiliki dan mengamalkan nilai-nilai, yakni : kejujuran, keterbukaan, loyalitas kepada perusahaan, konsisten pada keputusan, dedikasi kepada stakeholder, kerja sama yang baik, disiplin, dan bertanggung jawab.
Perusahaan dengan etika yang baik akan memiliki dan mengamalkan nilai-nilai, yakni :
a) Kejujuran
b) Keterbukaan
c) Loyalitas kepada perusahaan
d) Konsisten kepada keputusan
e) Dedikasi kepada stakeholder
f) Kerjasama yang baik
g) Disiplin
h) Bertanggung jawab
Hak-hak Pekerja
Hak dasar pekerja mendapat perlindungan atas tindakan PHK
Hak khusus untuk pekerja perempuan
Hak dasar mogok
Hak untuk membuat PKB (Perjanjian Kerja Bersama)
Hak dasar pekerja atas pembatasan waktu kerja, istirahat, cuti dan libur
Hak pekerja atas perlindungan upah
Hak pekerja untuk jaminan sosial dan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Hak pekerja untuk hubungan kerja
Hubungan
Saling Menguntungkan
Manajemen finansial terkait dengan tanggung jawab atas performance perusahaan terhadap penyandang dana. Menciptakan hubungan SDM yang baik yaitu
1) Membentuk komite karyawan dan manajemen.
2) Membuat buku pegangan karyawan.
3) Sistem pengupahan yang profesional.
4) Menciptakan suasana kerja yang kondusif.
5) Menampung keluhan, saran dan kritik karyawan.
Manajemen finansial terkait dengan tanggung jawab atas performance perusahaan terhadap penyandang dana. Menciptakan hubungan SDM yang baik yaitu
1) Membentuk komite karyawan dan manajemen.
2) Membuat buku pegangan karyawan.
3) Sistem pengupahan yang profesional.
4) Menciptakan suasana kerja yang kondusif.
5) Menampung keluhan, saran dan kritik karyawan.
6.
Jenis Pasar, Latar Belakang Monopoli, Etika
Dalam Pasar Kompetitif
Pengertian Pasar Persaingan Sempurna, Monopoli dan
Oligopoli
A. Pasar Persaingan Sempurna
Pasar persaingan sempurna adalah suatu struktur pasar
dimana terdapat banyak penjual dan pembeli dimana masing-masing tidak dapat
mempengaruhi keadaan pasar.
Ciri-ciri pasar persaingan sempurna :
- Jumlah
pembeli dan penjual banyak, sehingga masing-masing pembeli dan penjual
secara sendiri-sendiri tidak mampu mempengaruhi harga pasar.
- Harga
ditentukan oleh mekanisme permintaan dan penawaran dan tidak dapat diubah.
- Setiap
penjual dan pembeli sebagai pengambil harga (price taker).
- Setiap
perusahaan menghasilkan barang yang sama (Homogenous) menurut
pandangan konsumen.
- Setiap
perusahaan bebas keluar masuk pasar (free entry and exit).
- Sumber
produksi bebas bergerak ke manapun.
- Pembeli
dan penjual mempunyai pengetahuan yang sempurna terhadap pasar (perfect
knowledge).
B. Pasar Monopoli
Semua bentuk pasar yang bukan persaingan sempurna, dinamakan
bentuk pasar persaingan tidak sempurna (imperfect competition) yang
mempunyai berbagai bentuk : monopoli-monopsoni, duopoli-duopsoni,
oligopoli-oligopsoni, dan persaingan monopolistik.
- Pasar
monopoli adalah suatu bentuk pasar dimana hanya terdapat satu penjual saja
(penjual tunggal) bebas menentukan harga.
- Penjual
sebagai penentu harga (price setter) dan pembeli sebagai price
taker.
Faktor-faktor penyebab terbentuknya pasar monopoli :
- Teknologi
tinggi
- Modal
tinggi
- Peraturan
pemerintah / undang – undang
- Produk
sangat spesifik
C. Pasar Oligopoli
Pasar oligopoli adalah suatu bentuk pasar yang di
dalamnya hanya ada beberapa penjual.
- Masing-masing
penjual mempunyai pengaruh atas harga-harga barang yang dijual, tetapi
tidak sebesar pengaruh penjual monopolis.
- Ada
saling ketergantungan antara perusahaan yang satu dengan perusahaan yang
lain
- Untuk
menguasai harga dan konsumen adalah menggunakan merek-merek dagang
tertentu (differentiated product), dengan mutu dan rasa agak
sedikit berbeda
- Terdapat
hambatan masuk yang cukup kuat bagi perusahaan di luar pasar untuk masuk
ke dalam pasar.
D. Monopoli Dan Dimensi Etika Bisnis
Sebagai penentu harga (price-maker), seorang monopolis
dapat menaikan atau mengurangi harga dengan cara menentukan jumlah barang yang
akan diproduksi; semakin sedikit barang yang diproduksi, semakin mahal harga
barang tersebut, begitu pula sebaliknya. Ciri utama pasar ini adalah adanya
seorang penjual yang menguasai pasar dengan jumlah pembeli yang sangat banyak.
Ciri lainnya adalah tidak terdapatnya barang pengganti yang memiliki persamaan
dengan produk monopolis; dan adanya hambatan yang besar untuk dapat masuk ke
dalam pasar.
Etika bisnis adalah standar-standar nilai yang menjadi pedoman atau acuan manajer dan segenap karyawan dalam pengambilan keputusan dan mengoperasikan bisnis yang etik. Pasar monopoli harus memiliki etika dalam berbisnis yang baik kepada para pembeli untuk menjual barang tersebut dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat yang berekonomi rendah dan pengusaha pendatang baru diberikan kesempatan untuk masuk kedalam pasar.
Etika bisnis adalah standar-standar nilai yang menjadi pedoman atau acuan manajer dan segenap karyawan dalam pengambilan keputusan dan mengoperasikan bisnis yang etik. Pasar monopoli harus memiliki etika dalam berbisnis yang baik kepada para pembeli untuk menjual barang tersebut dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat yang berekonomi rendah dan pengusaha pendatang baru diberikan kesempatan untuk masuk kedalam pasar.
E. Etika Di Dalam Pasar
Kompetitif (Pasar Persaingan Sempurna)
Pasar persaingan sempurna terjadi ketika jumlah
produsen sangat banyak sekali dengan memproduksi produk yang sejenis dan mirip
dengan jumlah konsumen yang banyak.
Pada pasar persaingan sempurna terdapat persaingan yang ketat karena setiap penjual dalam satu wilayah menjual barang dagangannya yang sifatnya homogen. Harga pada pasar persaingan sempurna relatif sama dengan para pesaing usaha lainnya. Konsumen tentu akan memilih produsen yang dinilai mampu memberikan kepuasan. Adapun hal yang menjadi faktor kepuasan itu adalah tingkat pelayanan dan fasilitas-fasilitas penunjang.
Pada pasar persaingan sempurna terdapat persaingan yang ketat karena setiap penjual dalam satu wilayah menjual barang dagangannya yang sifatnya homogen. Harga pada pasar persaingan sempurna relatif sama dengan para pesaing usaha lainnya. Konsumen tentu akan memilih produsen yang dinilai mampu memberikan kepuasan. Adapun hal yang menjadi faktor kepuasan itu adalah tingkat pelayanan dan fasilitas-fasilitas penunjang.
Sifat-sifat pasar persaingan sempurna :
- Mudah
untuk masuk dan keluar dari pasar
- Sulit
memperoleh keuntungan di atas rata-rata
- Barang
yang dijual sejenis, serupa dan mirip satu sama lain
- Jumlah
penjual dan pembeli banyak
- Posisi
tawar konsumen kuat
- Penjual
bersifat pengambil harga
- Harga
ditentukan mekanisme pasar permintaan dan penawaran
Ada dua etika yang harus di pegang oleh para pelaku
pasar agar pasar selalu dalam kondisi ideal dan fairness, yaitu:
- Adanya
optimasi manfaat barang oleh pembeli dan penjual. Dapat diartikan sebagai
pertemuan antara kebutuhan pembeli dengan penawaran barang oleh penjual.
Bertemunya dua hal ini, menjadikan barang yang ditransaksikan membawa
manfaat, dan menghilangkan kemubadziran dan kesia-siaan.
- Pasar
harus dalam kondisi ekuiblirium. Teori ekonomi mengenal ekuiblirium
sebagai titik pertemuan antara demand dan supply. ekuiblirium diartikan
sebagai titik pertemuan persamaan hak antara pembeli dan penjual. Hak yang
seperti apa Hak pembeli untuk mendapatkan barang dan hak penjual untuk
mendapatkan uang yang sepantasnya dari barang yang dijualnya. Dalam
konteks hak ini, kewajiban-kewajiban masing-masing pihak harus terpenuhi
terlebih dahulu, kewajiban bagi penjual untuk membuat produk yang
berkualitas dan bermanfaat dan bagi pembeli untuk membayar uang yang
sepantasnya sebagai pengganti harga barang yang dibelinya.
Etika-etika bisnis harus dipegang dan diaplikasikan
secara nyata oleh pelaku pasar. Selain itu, setiap negara telah mempersiapkan
SDM yang berkualitas yang siap berkompetisi. Mereka bisa menjalin kemitraan
guna meningkatkan jumlah produksi dan memenuhi satu sama lain sehingga konsumen
akan tertarik untuk mengkonsumsi produk tersebut.
F. Kompetisi Pada Pasar
Ekonomi Global
Kompetisi
global merupakan bertuk persaingan yang mengglobal, yang melibatkan beberapa
Negara. Dalam persaingan itu, maka dibutuhkan trik dan strategi serta teknologi
untuk bisa bersaing dengan Negara-negara lainnya. Disamping itu kekuatan modal
dan stabilitas nasional memberikan pengaruh yang tinggi dalam persaingan itu.
Dalam persaingan ini tentunya Negara-negara maju sangat berpotensi dalam dan
berpeluang sangat besar untuk selalu bisa eksis dalam persaingan itu.
1. Perspektik etika bisnis dalam ajaran islam
dan barat, etika profesi
§ Beberapa Aspek Etika Bisnis dalam Islami
1.
Kesatuan
Dalam hal ini adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konsep tauhid
yang memadukan keseluruhan aspek-aspek kehidupan muslim baik dalam bidang
ekonomi, politik, sosial menjadi keseluruhan yang homogen, serta mementingkan
konsep konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh. Dari konsep ini maka islam
menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan. Atas
dasar pandangan ini pula maka etika dan bisnis menjadi terpadu, vertikal maupun
horisontal, membentuk suatu persamaan yang sangat penting dalam sistem Islam.
2.
Keseimbangan
(Equilibrium/Adil)
Islam sangat mengajurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan melarang
berbuat curang atau berlaku dzalim. Rasulullah diutus Allah untuk membangun
keadilan. Kecelakaan besar bagi orang yang berbuat curang, yaitu orang-orang
yang apabila menerima takaran dari orang lain meminta untuk dipenuhi, sementara
kalau menakar atau menimbang untuk orang selalu dikurangi. Kecurangan dalam
berbisnis pertanda kehancuran bisnis tersebut, karena kunci keberhasilan bisnis
adalah kepercayaan.
3.
Kehendak
Bebas (Free Will)
Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis islam, tetapi
kebebasan itu tidak merugikan kepentingan kolektif. Kepentingan individu dibuka
lebar. Tidak adanya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk
aktif berkarya dan bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya.
Kecenderungan manusia untuk terus menerus memenuhi kebutuhan pribadinya yang
tak terbatas dikendalikan dengan adanya kewajiban setiap individu terhadap
masyarakatnya melalui zakat, infak dan sedekah.
4.
Tanggung
Jawab (Responsibility)
Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh manusia
karena tidak menuntut adanya pertanggungjawaban dan akuntabilitas. untuk
memenuhi tuntunan keadilan dan kesatuan, manusia perlu mempertaggungjawabkan
tindakanya secara logis prinsip ini berhubungan erat dengan kehendak bebas. Ia
menetapkan batasan mengenai apa yang bebas dilakukan oleh manusia dengan
bertanggungjawab atas semua yang dilakukannya.
1.
Kebenaran
Kebenaran dalam konteks ini selain mengandung makna kebenaran lawan dari
kesalahan, mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan dan kejujuran. Dalam
konteks bisnis kebenaran dimaksudkan sebagia niat, sikap dan perilaku benar
yang meliputi proses akad (transaksi) proses mencari atau memperoleh komoditas
pengembangan maupun dalam proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan.
Dengan prinsip kebenaran ini maka etika bisnis Islam sangat menjaga dan berlaku
preventif terhadap kemungkinan adanya kerugian salah satu pihak yang melakukan
transaksi, kerjasama atau perjanjian dalam bisnis.
§ Teori Ethical Egoism
Dalam teori ini memaksimalisasi kepentingan individu dilakukan sesuai
keinginan individu yang bersangkutan. Kepentingan ini bukan harus berupa
barang/kekayaan, bisa pula berupa ketenaran, keluarga bahagia, pekerjaan yang
baik atau apapun yang dianggap penting oleh pengambil keputusan.
§ Teori Relativisme
Teori ini berpendapat bahwa etika itu bersifat relatif, jawaban etika
tergantung dari situasinya. Dasar pemikiran ini adalah bahwa tidak ada kriteria
universal untuk menentukan perbuatan etis. Setiap individu menggunakan
kriterianya masing-masing dan berbeda setiap budaya atau negara.
§ Konsep Deontology
Deontologi berasal dari kata deon yang berarti tugas atau kewajiban.
Apabila sesuatu dilakukan berdasarkan kewajiban, maka ia melepaskan sama sekali
moralitas dari konsekuensi perbuatannya. Teori yang dikembangkan oleh Immanuel
Kant ini mengatakan bahwa keputusan moral harus berdasarkan aturan-aturan dan
prinsip-prinsip universal, bukan “hasil” atau “konsekuensi” seperti yang ada
dalam teori teleologi. Perbuatan baik bukan karena hasilnya tapi mengikuti
suatu prinsip yang baik berdasarkan kemauan yang baik. Dalam teori ini
terdapat dua konsep, yaitu : Pertama, Teori Keutamaan (Virtue Ethics). Dasar
dari teori ini bukanlah aturan atau prinsip yang secara universal benar atau
diterima, akan tetapi apa yang paling baik bagi manusia untuk hidup. Dasar dari
teori ini adalah tidak menyoroti perbuatan manusia saja, akan tetapi
seluruh manusia sebagai pelaku moral. Memandang sikap dan akhlak seseorang yang
adil, jujur, murah hati, dsb sebagai keseluruhan.
§ Pengertian Profesi
Definisi yang sangat luas, profesi adalah sebuah pekerjaan yang secara
khusus dipilih, dilakukan dengan konsisten, kontinu ditekuni, sehingga orang
bisa menyebut kalau dia memang berprofesi di bidang tersebut. Definisi lebih
sempit, profesi adalah pekerjaan yang ditandai oleh pendidikan dan keterampilan
khusus. Sedangkan definisi yang lebih khusus lagi, profesi ditandai oleh tiga
unsur penting yaitu pekerjaan, pendidikan atau keterampilan khusus, dan adanya
komitmen moral/nilai-nilai etis.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia: “Profesi : bidang pekerjaan yang
dilandasi pendidikan keahlian (ketrampilan, kejujuran, dan sebagainya tertentu.” Menurut
Sonny Keraf (1998) : “Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai nafkah
hidup dengan mengandalkan keahlian dan keterampilan tinggi dan dengan
melibatkan pribadi (moral) yang mendalam.”
§ Kode Etik
Kode etik adalah suatu sistem norma, nilai & juga
aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar &
baik & apa yang tidak benar & tidak baik bagi profesional. Kode etik
menyatakan perbuatan apa saja yang benar / salah, perbuatan apa yang harus
dilakukan & perbuatan apa yang harus dihindari. Atau secara singkatnya
definisi kode etik yaitu suatu pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis
ketika melakukan suatu kegiatan / suatu pekerjaan. Kode etik merupakan pola
aturan / tata cara sebagai pedoman berperilaku.
§ Prinsip Etika Profesi
1.
Prinsip
Tanggung Jawab
Yaitu salah satu prinsip pokok bagi kaum profesional. Karena orang yang
professional sudah dengan sendirinya berarti bertanggung jawab atas profesi
yang dimilikinya. Dalam melaksanakan tugasnya dia akan bertanggung jawab dan
akan melakukan pekerjaan dengan sebaik mungkin, dan dengan standar diatas
rata-rata, dengan hasil maksimal serta mutu yang terbaik.
2.Prinsip Keadilan
§ Yaitu prinsip yang menuntut orang
yang professional agar dalam melaksanakan profesinya tidak akan merugikan hak
dan kepentingan pihak tertentu, khususnya orang-orang yang dilayani dalam
kaitannya dengan profesi yang dimilikinya.
3. Prinsip Otonomi
Yaitu prinsip yang dituntut oleh
kalangan professional terhadap dunia luar agar mereka diberikan kebebasan
sepenuhnya dalam menjalankan profesinya. Sebenarnya hal ini merupakan
konsekuensi dari hakekat profesi itu sendiri. Karena hanya mereka yang
professional ahli dan terampil dalam bidang profesinya, tidakBOLEH ada
pihak luar yang ikut campur tangan dalam pelaksanaan profesi tersebut.
4. Prinsip Integritas Moral
Yaitu prinsip yang berdasarkan pada
hakekat dan ciri-ciri profesi di atas, terlihat jelas bahwa orang yang
professional adalah juga orang yang mempunyai integritas pribadi atau moral
yang tinggi. Oleh karena itu mereka mempunyai komitmen pribadi untuk menjaga
keluhuran profesinya, nama baiknya, dan juga kepentingan orang lain maupun
masyarakat luas.
2.
PENGERTIAN
BUDAYA ORGANISASI DAN PERUSAHAAN, HUBUNGAN BUDAYA DAN ETIKA, KENDALA DALAM
MEWUJUDLAN BISNIS ETIS
KARAKTERISTIK
BUDAYA ORGANISASI
budaya
organisasi adalah budaya organisasi adalah pokok penyelesaian masalah masalah
eksternal dan internal (Organizational culture is the body of solutions of
external and iternal problems) yang pelaksanaannya dilakukan secara
konsisten oleh suatu kelompok (that has worked consistently for a group)
yang selanjutnya diteruskan kepada anggota anggota baru (and that is
therefore taught to new members) sebagai langkah yang tepat dalam memahami,
memikirkan dan merasakan (as the correct way to perceive, think about and
feel) terhadap masalah masalah yang berhubungan dengan organisasi (in
relation to those problems) (Peter F. Druicker).
Berikut 10 karakteristik Budaya
Organisasi :
1. Inisiatif
individual
Definisi
inisiatif individual adalah tingkat tanggung jawab (responsibility),
kebebasan (freedom) atau independensi (independent) yang dimiliki
setiap individu dalam berpendapat. Kelompok khususnya pimpinan sebaiknya
menghargai dan memang perlu dihargai inisiatif individu dalam suatu organisasi
selama ide dan inisiatif tersebut berguna dalam memajukan dan mengembangkan
organisasi atau perusahaan.
2. Toleransi
Terhadap Tindakan Berisiko
Setiap
pegawai dan anggota atau kader perlu ditekankan tentang batas batas dalam
bertindak agresif, inovatif dan mengambil risiko. Sebuah budaya organisasi yang
baik adalah sebuah budaya yang memberikan toleransi terhadap anggota atau para
pegawai dalam bertindak inovatif dan agresif dalam mengembangkan dan memajukan
organisasi atau perusahaan serta mendorong untuk berani dalam mengambil risiko
terhadap apa yang akan dilakukannya.
3.
Pengarahan
Pengarahan
dimaksudkan sejauh mana suatu organisasi/perusahaan dapat membuat dengan jelas
sasaran dan harapan yang diinginkan. Sasaran dan harapan tersebut haruslah
secara jelas tercantum visi, misi dan tujuan organisasi (pengertian visi misi).
Keadaan yang seperti ini akan memberikan pengaruh terhadap kinerja
organisasi/perusahaan.
4. Integrasi
Integrasi
dalam budaya organisasi adalah kemampuan suatu organisasi atau perusahaan dalam
memberikan dorongan terhadap unit unit atau satuan dalam organisasi atau
perusahaan untuk bekerja dengan terpimpin atau terkoordinasi. Melalui kerja
yang kompak dan terkoordinasi dengan baik dapat mendorong kualitas dan
kuantitas pekerjaan yang dihasilkan oleh sebuah organisasi atau perusahaan.
5. Dukungan
manajamen
Dukungan
manajemen dalam budaya organisasi adalah tentang kemampuan tingkat manajer
dalam sebuah organisasi atau perusahaan dalam berkomunikasi (baca pengertian
komunikasi) kepada karyawan. Komunikasi tersebut harusnya dalam bentuk
dukungan, arahan ataupun kritisi (membangun) kepada bawahan. Dengan adanya
dukungan manajemen yang komunikatif, sebuah perusahaan atau organisasi dapat
berjalan dengan mulus.
6. Kontrol
Kontrol
dalam budaya organisasi sangat penting. Kontrol yang dimaksud adalah peraturan
atau norma yang digunakan dalam suatu organisasi atau perusahaan. Oleh karena
itu diperlukan sejumlah peraturan dan tenaga pengawas (atasan langsung) yang
berfungsi sebagai pengawas dan pengendali perilaku pegawai dan karyawan dalam
suatu organisasi.
7. Identitas
Identitas
dalam budaya organisasi adalah kemampuan seluruh karyawan dalam suatu
organisasi atau perusahaan dalam mengidentifikasikan dirinya sebagai suatu
kesatuan dalam perusahaan dan bukan sebagai kelompok kerja tertentu atau
keahlian profesional tertentu.
8. Sistem
Imbalan
Sistem
imbalan tidak kalah pentingnya dalam budaya organisasi. Sistem imbalan seperti
pemberian kenaikan gaji, promosi (kenaikan jabatan), bonus liburan dan lainnya
haruslah berdasarkan kemampuan atau prestasi karyawan dalam bekerja dan sangat
tidak diperbolehkan atas alasan alasan perusak lainnya seperti senioritas,
pilih kasih dan hal hal lain yang berbau korupsi (baca pengertian korupsi).
Sistem imbalan dapat memberikan boost atau dorongan terhadap prestasi kerja dan
memberikan peningkatan dalam perilaku inovatif dan kerja maksimal sesuai
keahlian dan kemampuan yang dimiliki karyawan atau anggota dalam organisasi.
9. Toleransi
terhadap Publik
Dalam budaya
organisasi, perbedaan pendapat yang memunculkan konflik sering terjadi dalam sebuah
perusahaan atau organisasi. Hal inilah yang harus dilakukan sebagai upper
manajement untuk mengarahkan konflik yang terbangun untuk melakukan perbaikan
serta perubahan strategi untuk mencapai tujuan organisasi. Toleransi terhadap
konflik harus dimediasi oleh pimpinan atau karyawan superior sehingga terjadi
kritis membangun dan tidak saling menyerang.
10. Pola
komunikasi
Pola
komunikasi dalam perusahaan atau organisasi sering dibatasi oleh hierarki
kewenangan yang formal. Akan tetapi, pola yang terlalu ketat akan menghambat
perkembangan organisasi karena tidakadanya hubungan emosional yang kental
terhadap bawahan dan atasan dalam organisasi. Ada lima pola kinerja komunikasi
yaitu personal, passion, sosial, organizational politics, dan
enkulturasi.
* FUNGSI
BUDAYA ORGANISASI
FUNGSI
BUDAYA ORGANISASI :
1. Menurut Robbins (1996 : 294), fungsi
budaya organisasi sebagai berikut :
Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain.
Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain.
2. Budaya membawa suatu rasa identitas
bagi anggota-anggota organisasi.
3. Budaya mempermudah timbulnya
komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual
seseorang.
4. Budaya merupakan perekat sosial yang
membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang
tepat untuk dilakukan oleh karyawan.
5. Budaya sebagai mekanisme pembuat
makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.
PEDOMAN
TINGKAH LAKU
Tingkah laku
merujuk kepada tindakan atau tindak balas sesuatu objek atau organisma,
biasanya sehubungan dengan persekitarannya. Ia bersifat:
–
sedar atau separa sedar;
–
nyata atau terselindung;
–
rela atau tidak;
–
sejadi atau dipelajari.
Tingkah laku
haiwan dikawal oleh sistem endokrin dan sistem saraf, dengan kerumitannya
bergantung kepada kekompleksan sistem sarafnya. Umumnya, organisma yang
mempunyai sistem saraf yang kompleks lebih berupaya mempelajari gerak balas
yang baharu dan justera, dapat menyesuaikan tingkah lakunya.
Dalam bidang
psikologi
Tingkah laku
manusia (dan organisma yang lain serta juga mekanisme) dapat bersifat biasa,
luar biasa,BOLEH diterima,
atau tidak boleh diterima. Manusia menilai kebolehterimaan sesuatu tingkah laku
berdasarkan norma sosial untuk mengawalnya menerusi kawalan sosial. Dalam
bidang sosiologi, tingkah laku dianggap sebagai tidak bermakna kerana ia tidak
ditujukan kepada orang lain dan justera, merupakan tindakan manusia yang paling
asas. Bagaimanapun, ia masih dapat memainkan peranan dalam diagnosis gangguan
seperti autisme.
Tingkah laku
menjadi satu binaan yang penting dalam bidang psikologi awal abad ke-20 dengan
pengenalan paradigma yang kemudian dikenali sebagai behavorisme. Pengenalannya
merupakan suatu tindak balas terhadap apa yang dikenali sebagai psikologi
“fakulti”. Psikologi “fakulti” bertujuan untuk menganalisis atau memahami minda
tanpa dimanfaatkan oleh pengujian saintifik. Sebaliknya, behavorisme hanya
menegaskan apa yang dapat dilihat atau dimanipulasikan. Mengikut pandangan awal
John B. Watson, salah satu pengasas bidang ini, tiada sebarang yang disimpulkan
terhadap sifat entiti yang menghasilkan tingkah laku tersebut. Pengubahsuaian
yang kemudian terhadap sudut pandangan Watson dan apa yang dikenali sebagai
“pelaziman klasik” (lihat Ivan Pavlov) memunculkan pelaziman operan, satu teori
yang disokong oleh B.F. Skinner yang mengambil alih institusi akademiknya
sehingga 1950-an. Pada hari ini, banyak orang nama mensinonimkan nama Skinner
dengan behavorisme.
Untuk kajian
tentang tingkah laku, etogram dipergunakan. Tingkah laku haiwan dikaji dalam
bidang psikologi perbandingan, etologi, ekologi tingkah laku, dan sosiobiologi.
Di luar
bidang psikologi
Tingkah laku
di luar bidang psikologi termasuklah sifat fizik dan tindak balas kimia.
Sebagaimana digunakan dalam bidang sains komputer, ia merupakan satu binaan
antropomorfik yang memberikan “nyawa” kepada kegiatan yang dilakukan oleh
komputer, penggunaan komputer, atau kod komputer sebagai balasan terhadap
rangsangan seperti input pengguna. “Tingkah laku” juga merupakan satu blok kod
atau skrip komputerBOLEH guna
semula yang apabila digunakan pada sesuatu objek, khususnya objek grafik,
menyebabkan objek itu membalas terhadap input pengguna dalam pola yang bererti
atau untuk membenarkan objek itu bertindak secara bebas. Istilah “tingkah laku”
juga boleh digunakan pada setakatnya untuk fungsi matematik bagi merujuk kepada
anatomi keluk.
Dalam bidang
pemodelan alam sekitar pula dan khususnya dalam bidang hidrologi, model tingkah
laku ialah model yang cukup mirip dengan proses semula jadi tercerap, misalnya
model yang dapat menyelakukan kadar alir sungai tercerap dengan memuaskan. Ia
merupakan konsep utama untuk apa yang dipanggil sebagai perkaedahan
Penganggaran Ketakpastian Kebolehjadian Teritlak (GLUE) untuk menyatakan
ketakpastian ramalan persekitaran secara kuantitatif.
APRESIASI
BUDAYA
Istilah
apresiasi berasal dari bahasa inggris “apresiation” yang
berarti penghargaan,penilaian,pengertian. Bentuk itu berasal dari kata kerja ”
ti appreciate” yang berarti menghargai, menilai,mengerti dalam bahasa indonesia
menjadi mengapresiasi. Apresiasi budaya adalah kesanggupan untuk menerima dan
memberikan penghargaan, penilaian, pengertian terhadap hal-hal yang berkaitan
dengan budi dan akal manusia.
Kebudayaan
perlu diapresiasi dengan harapan kita sebagai manusia dapat memperlihatkan rasa
menghargai karya yang dihasilkan dari akal dan budi manusia. Apresiasi
diperlukan untuk tetap menjaga nilai-nilai budaya yang ada agar tetap hidup dan
selalu lestari, juga dapat dikembangkan menjadi lebih baik. Melalui apresiasi,
seorang pencipta dapat memperoleh masukan, ide, saran, kritik, dan pujian untuk
karyanya. Melalui ide, saran, masukan, dan kritik tersebut jugalah para
pencipta diharapkan dapan membuat karya yang lebih baik lagi.
Hubungan
antara Etika dengan Kebudayaan
Hubungan
antara Etika dengan Kebudayaan : Meta-ethical cultural relativism merupakan
cara pandang secara filosofis yang yang menyatkan bahwa tidak ada kebenaran
moral yang absolut, kebenaran harus selalu disesuaikan dengan budaya dimana
kita menjalankan kehidupan soSial kita karena setiap komunitas sosial mempunyai
cara pandang yang berbeda-beda terhadap kebenaran etika.
Etika erat
kaitannya dengan moral. Etika atau moral dapat digunakan okeh manusia sebagai
wadah untuk mengevaluasi sifat dan perangainya. Etika selalu berhubungan dengan
budaya karena merupakan tafsiran atau penilaian terhadap kebudayaan. Etika
mempunyai nilai kebenaran yang harus selalu disesuaikan dengan kebudayaan
karena sifatnya tidak absolut danl mempunyai standar moral yang berbeda-beda
tergantung budaya yang berlaku dimana kita tinggal dan kehidupan social apa
yang kita jalani.
Baik atau
buruknya suatu perbuatan itu tergantung budaya yang berlaku. Prinsip moral
sebaiknya disesuaikan dengan norma-norma yang berlaku, sehingga suatu hal
dikatakan baik apabila sesuai dengan budaya yang berlaku di lingkungan sosial
tersebut. Sebagai contoh orang Eskimo beranaggapan bahwa tindakan infantisid
(membunuh anak) adalah tindakan yang biasa, sedangkan menurut budaya Amerika
dan negara lainnya tindakan ini merupakan suatu tindakan amoral.
Suatu premis
yang disebut dengan “Dependency Thesis” mengatakan “All moral principles derive
their validity from cultural acceptance”. Penyesuaian terhadap kebudayaan ini
sebenarnya tidak sepenuhnya harus dipertahankan dan dibutuhkan suatu
pengembangan premis yang lebih kokoh.
Pengaruh
Etika Terhadap Budaya
Budaya
organisasi banyak digunakan pada organisasi perusahaan, bahkan ada juga
perusahaan membuat papan nama dengan tulisan yang menunjukkan budaya organisasi
mereka di tempat-tempat yang menarik perhatian. Misalnya di depan pintu masuk
kantor, atau di dekat tempat para karyawan melayani pelanggan. Konsep budaya
organisasi mulai berkembang sejak awal tahun 1980-an. Konsep budaya
organisasi diadopsi dari konsep budaya yang lebih dahulu berkembang pada
disiplin ilmu antropologi, Sobirin (2007:128-129).
Budaya
organisasi menurut Schein dalam Sobirin (2007:132) adalah pola asumsi dasar
yang dianut bersama oleh sekelompok orang setelah sebelumnya mereka mempelajari
dan meyakini kebenaran pola asumsi tersebut sebagai cara untuk menyelesaikan
berbagai persoalan yang berkaitan dengan adaptasi eksternal dan integrasi
internal, sehingga pola asumsi dasar tersebut perlu diajarkan kepada
anggota-anggota baru sebagai cara yang benar untuk berpersepsi, berpikir dan
mengungkapkan perasaannya dalam kaitannya dengan persoalan-persoalan
organisasi.
Budaya
organisasi sangatlah penting untuk dipahami karena “budaya organisasi
dapat mempengaruhi cara orang dalam berprilaku dan harus menjadi patokan dalam
setiap program pengembangan organisasi dan kebijakan yang diambil. Hal ini
terkait dengan bagaimana budaya itu mempengaruhi organisasi dan bagaimana suatu
budaya itu dapat dikelola oleh organisasi,” Muhammad Baitul Alim
(psikologi zone.com).
Budaya
perusahaan pada dasarnya mewakili norma – norma perilaku yang diikuti oleh para
anggota organisasi, termasuk mereka yang berada dalam hierarki organisasi. Bagi
organisasi yang masih didominasi oleh pendiri, maka budayanya akan menjadi
wahana untuk mengkomunikasikan harapan – harapan pendiri kepada para pekerja
lainnya. Demikian pula jika perusahaan dikelola oleh seorang manajer senior
otokratis yang menerapkan gaya kepemimpinan top down. Disini budaya juga
akanberperan untuk mengkomunikasikan harapan – harapan manajer senior itu.
Isu dan
kekuatan suatu budaya memengaruhi suasana etis sebuah organisasi dan perilaku
etis para anggotanya. Budaya sebuah organisasi yang punya kemungkinan paling
besar untuk membentuk standar dan etika tinggi adalah budaya yang tinggi
toleransinya terhadap risiko tinggi, sedang, sampai rendah dalam hal
keagresifan, dan fokus pada sarana selain itu juga hasil.
Manajemen
dapat melakukan beberapa hal dalam menciptakan budaya yang lebih etis, yaitu:
Model peran
yang visibel Karyawan akan melihat sikap dan perilaku manajemen puncak (Top
Manajemen) sebagai acuan / landasan standar untuk menentukan perilaku dan
tidakan – tindakan yang semestinya diambil.
Komunikasi
harapan etis Ambiguitas etika dapat diminimalisir dengan menciptakan dan
mengkomunikasikan kode etik organisasi.
Pelatihan etis
Pelatihan etis digunakan untuk memperkuat standar, tuntunan organisasi,
menjelaskan praktik yang diperbolehkan dan yang tidak, dan menangani dilema
etika yang mungkin muncul.
Contoh-
contoh Budaya Organisasi
Contoh
Budaya Organisasi Dalam Perusahaan
Budaya
Organisasi mempunyai contoh seperti yang terjadi di setiap perusahaan, yang
muncul berdasarkan peralanan hidup para pegawai. Tapi pada umumnya budaya
organisasi terletak pada pendiri perusahaan itu sendiri berperan penting.
Karena merekalah yang mengambil keputusan dan memberi arah strategi organisasi
yang biasanya disebut juga budaya organisasi.
Dan biasanya
budaya organisasi di setiap perusahaan mempunyai budaya organisasi sendiri. Ini
karena terdapat beberapa faktor sebagai berikut:
Lingkungan
Usaha: Dimana suatu perusahaan itu akan beroperasi dan menetukan langkah
apaa yang harus diambil perusahaan tersebut.
Adanya nilai
– nilai konsep dasar dan keyakinan suatu perusahaan.Acara rutin yang
diselenggarakan suatu perusahaan untuk memberi reward – reward pada
karyawannya. Adanya jaringan yang dimiliki setiap perusahaan berbeda – beda.
KENDALA
MEWUJUDKAN KINERJA BISNIS
Pencapaian
tujuan etika bisnis di Indonesia masih berhadapan dengan beberapa masalah dan
kendala. Keraf(1993:81-83) menyebut beberapa kendala tersebut yaitu:
1. Standar moral para pelaku bisnis
pada umumnya masih lemah.
Banyak di
antara pelaku bisnis yang lebih suka menempuh jalan pintas, bahkan menghalalkan
segala cara untuk memperoleh keuntungan dengan mengabaikan etika bisnis,
seperti memalsukan campuran, timbangan, ukuran, menjual barang yang
kadaluwarsa, dan memanipulasi laporan keuangan.
2.
Banyak
perusahaan yang mengalami konflik kepentingan.
Konflik
kepentingan ini muncul karena adanya ketidaksesuaian antara nilai pribadi yang
dianutnya atau antara peraturan yang berlaku dengan tujuan yang hendak
dicapainya, atau konflik antara nilai pribadi yang dianutnya dengan praktik
bisnis yang dilakukan oleh sebagian besar perusahaan lainnya, atau antara
kepentingan perusahaan dengan kepentingan masyarakat. Orang-orang yang kurang
teguh standar moralnya bisa jadi akan gagal karena mereka mengejar tujuan
dengan mengabaikan peraturan.
3.
Situasi
politik dan ekonomi yang belum stabil.
Hal ini
diperkeruh oleh banyaknya sandiwara politik yang dimainkan oleh para elit
politik, yang di satu sisi membingungkan masyarakat luas dan di sisi lainnya
memberi kesempatan bagi pihak yang mencari dukungan elit politik guna
keberhasilan usaha bisnisnya. Situasi ekonomi yang buruk tidak jarang
menimbulkan spekulasi untuk memanfaatkan peluang guna memperoleh keuntungan
tanpa menghiraukan akibatnya.
4.
Lemahnya
penegakan hukum.
Banyak orang
yang sudah divonis bersalah di pengadilan bisa bebas berkeliaran dan tetap
memangku jabatannya di pemerintahan. Kondisi ini mempersulit upaya untuk
memotivasi pelaku bisnis menegakkan norma-norma etika.
5.
Belum ada
organisasi profesi bisnis dan manajemen untuk menegakkan kode etik bisnis dan
manajemen.
Hubungan Perusahaan dengan Stakeholder, Lintas Budaya dan Pola Hidup, Audit Sosial
A. BENTUK STAKEHOLDER
Ada dua
bentuk utama stakeholder dalam bisnis, yaitu
1.
Stakeholder
primer
Stakeholder
primer adalah pihak dimana tanpa partisipasinya yang berkelanjutan organisasi
tidak dapat bertahan.
Contohnya
Pemilik modal atau saham, kreditor, karyawan, pemasok, konsumen, penyalur dan
pesaing atau rekanan. Menurut Clarkson, suatu perusahaan atau organisasi dapat
didefinisikan sebagai suatu system stakeholder primer yang merupakan rangkaian
kompleks hubungan antara kelompok-kelompok kepentingan yang mempunyai hak,
tujuan, harapan, dan tanggung jawab yang berbeda. Perusahaan ini juga harus
menjalin relasi bisnis yang baik dan etis dengan kelompok ini.
2.
Stakeholder
sekunder
Stakeholder
sekunder adalah pihak yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh perusahaan, tapi
mereka tidak terlibat dalam transaksi dengan perusahaan dan tidak begitu
penting untuk kelangsungan hidup perusahaan.
Contohnya
Pemerintah setempat, pemerintah asing, kelompok sosial, media massa, kelompok
pendukung, masyarakat. Perusahaan tidak bergantung pada kelompok ini untuk
kelangsungan hidupnya, tapi mereka bisa mempengaruhi kinerja perusahaan dengan
mengganggu kelancaran bisnis perusahaan. Pemerintah setempat, pemerintah asing,
kelompok sosial, media massa, kelompok pendukung, masyarakat.
B. STEREOTYPE, PREJUDICE, STIGMA SOSIAL
Perusahaan
pada dasarnya adalah suatu bentuk organisasi dengan kebudayaan yang spesifik
yang hanya di miliki oleh perusahaan yang bersangkutan sehingga angota –
anggota korporasi tersebut yang juga anggota sebuah komunitas.
Dalam
kaitannya dengan perbedaan budaya da pola hidup yang ada sebagai lingkungan
perusahaan yang bersangkutan, maka masalah akulturasi menjadi hal yang penting
di perhatikan. Akulturasi atau dalam arti percampuran budaya antara satu
komnitas dengan komunitas lain dapat terjadi ketika anggota komunitas melakukan
interaksi sosial yang intensif.
Penyebaran
pengetahuan budaya dari satu kelompok sosial (termasuk di dalamnya perusahaan)
kepada perusahaan lainya mengandung pengaruh dari kebudayaan tertentu, sehingga
diffusi (Pengaruh) ini dapat menjadi pengetahuan bagi kelompok lainnya.
Dapat kita
identifikasi bahwa dominasi pengaruh global lebih kuat dari pada budaya
komunitas indonesia itu sendiri. Penggunaan budaya dominan akan semakin sering
kita akulturasi budaya terus berjalan dengan baik, kekuatan pengaruh budaya
semakin dapat menjadikan budaya yang dominan sebagai acuan untuk bertindak dan
bertingkah laku.
Lintas
budaya menjadi suatu proses yang umum terjadi, hal ini karena komunikasi sangat
mudah terjangkau, dan interaksi antar kelompok yang berbeda sangat mudah
terjadi. Oleh karena itu segala kegiatan yang menjadi dasar bagi aktivitas
perusahaan yang mengandung proses lintas budaya.
Perbedaan
pola hidup akan menjadi suatu hambatan bagi berjalannya korporasi, masalah –
masalah intern pegawai atau anggota korporasi dapat juga menjadi kendala.
Biasanya pegawai yang berasal dari penduduk lokal sering diidentikan dengan
orang yang malas–malas, tidak mau maju, dsb. Memungkinkan perlunya suatu usaha
untuk melakukan monitoring, evaluasi dan audit sosial terhadap berjalannya
korporasi yang di lakukan oleh orang tertentu yang memang berkeahlian di bidang
tersebut.
Dalam
interaksi sosial akan muncul di dalamnya identitas yang mencirikan golongan
sosial dari individu yang bersangkutan berupa atribut – atribut/ciri – ciri,
tanda, gaya bicara yang membedakan dengan atribut dari sukubangsa. Hubungan
antar sukubangsa yang ada dalam wilayah cenderung mengarah pada penguasaan,
maka akan muncul stereotype, prejudice, dan stigma social.
1.
Stereotype
adalah anggapan satu golongan terhadap golongan lainnya dan biasanya
anggapan ini berkaitan dengan keburukan – keburukan kelompok lain.
2.
Prejudice
merupakan prasangka dari golongan satu terhadap golongan lainnya.
3.
Stigma
adalah suatu penilaian dari satu golongan terhadap golongan lainnya
untuk ber hati – hati dan kalau bisa tidak berhubungan dengan golongan
lain tersebut.
Stereotype,
prejudice dan stigma sosial muncul karena pengalaman seorang individu dari
golongan satu terhadap golongan lainnya dan kemudian individu tersebut
mengabarkan pengalamannya tersebut. Akibat dari pengetahuan tentang sukubangsa
lain dari golongan sosial lain akan dipakai sebagai referensi dalam
pengetahuan budayanya untuk beradaptasi dengan dengan suku bangsa lain.
C. MENGAPA PERUSAHAAN HARUS BERTANGGUNG JAWAB
Dalam
perkembangan industry di dunia, negara–negara utara ternyata lebih maju dalam
percepatan kemakmuran dari komunitasnya dan ini sangat di rasakan oleh
negara–negara selatan yang notabene adalah negara–negara penghasil. Kemudian
ditelaah bahwa terjadi trickle-down effect yang artinya bahwa hasil–hasil
pembangunan bagi negara–negara selatan lebih banyak di nikmati oleh beberapa
gelintir orang dari kelas–kelas tertentu saja sehingga lebih banyak menyengsarakan
sebagian besar individu dari komunitas kelas di bawahnya.
Dalam
pertemuan di Rio de Janeiro di rumuskan adanya pembangunan yang berkelanjutan
yang mencakup keberlanjutan ekonomi dan keber lanjutan lingkungan. Dalam
pertemuan Yohannesburg mengisyaratkan adanya suatu visi yang sama yaitu di
munculkan konsep social sustainability, yang mengaringi dua aspek sebelumnya
(economic dan environment sustainability). Ketiga aspek ini menjadi patokan
bagi perusahaan dalam melaksanakan tanggung jawab sosialnya (Corporate Social
Responsibility).
Dalam
kenyataan, masih banyak terdapat kesimpangsiuran terdapat kesimpangsiuran dari
penerapan ketiga konsep tersebut dan bahkan cenderung saling tumpang tindih dan
bertolak belakang. Maksudnya adalah ketika menerapkan kebijakan ekonomi dan
lingkungan akan tergantung pada kebijakan social dari kelompok tertentu,
sehingga tampak adanya ketidak serasian antara negara satu dengan negara
lainnya dalam menerapkan kebijakan tersebut dan bahkan antara komunitas satu
dengan komunitas lainnya dalam satu negara mengalami perbedaan pemahaman,
sehingga di perlukan adanya kerja sama antar stakeholder.
Pembangunan
yang berkelanjutan, yang artinya memenuhi kebutuhan saat ini dengan mengusahan
keberlanjutan pemenuhan kebutuhan bagi generasi selanjutnya. Masalahnya adalah
dalam penerapan ketiga aspek pembangunan berkelanjutan memang secara teoritis
dapat “Mengeram” kerusakan lingkungan dengan adanya aspek social
sustainability.
Sustainable
development menjadi di anggap sesuatu yang maya atau utopia atau sesuatu yang
bersifat teori saja tanpa dapat di implementasikan. Ini semua di sebabkan
karena terabaikannya aspek yang mendasar yaitu manusia (Human) dan komunitas
(People). Dalam World Summit yang lalu, yang di pokuskan adalah kemiskinan (Koperti),
tetapi tidak melihat pada akar permasalahannya karena di bahas melalui
pendekatan makro dan bukan mikro.
Sustainable
development tidak akan berjalan denga baik apabila tidak memperhatikan aspek
kemanusiaannya (Human) dalam konsep sustainable future ini selain dari ketiga
aspek (Ekonomi, Sosial dan Lingkungan) di perlukan satu aspek internal yaitu
aspek keberlanjutan manusia (Human Sustainability) dalam human sustainability
yang di maksud adalah peningkatan kualitas manusia secara etika seperti pendidikan,
kesehatan, rasa empati, saling menghargai dan kenyamanan yang terangkum dalam
tiga kapasitas yaitu spiritual, emosional dan intelektual.
Keberlanjutan
dalam bidang ekonomi, lingkungan dan sosial dapat di lakukan oleh korporsi yang
mempunyai kebudayaan perusahaan sebagai suatu bentuk tanggung jawab sosial
perusahaan (Corporate social Responsibility) Corporate social responsibility
dapat di pahami sebagai komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi
secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi bersamaan dengan
peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya, komunitas lokal dan
komunitas secara lebih luas (Sankat, Clemen K, 2002). Pengertian ini sama
dengan apa yang telah di telorkan oleh The World Business Council For Sustainable
Development (WBCSD) yaitu komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan
ekonomi berkelanjutan bekerja dengan para karyawan perusahaan, keluarga,
karyawan tersebut, berikut komunitas–komunitas tempat (Lokal) dan komunitas
secara keseluruhan, dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan.
Secara umum
Corporate Social Responsibility merupakan peningkatan kualitas kehidupan
mempunyai arti adanya kemampuan manusia sebagai individu anggota komunitas
untuk dapat menanggapi keadaan sosial yang ada, dan dapat menikmati serta
memanfaatkan lingkungan hidup termasuk perubahan – perubahan yang ada sekaligus
memelihara.
Konsep
Corpotare Social Responsibility melibatkan tanggung jawab kemitraan antara
pemerintah, lembaga sumber daya komunitas, juga komunitas tempat (Lokal)
kemitraan ini, tidaklah bersifat pasif dan statif. Kemitraan ini merupakan
taggung jawab bersama secara sosial antar stakeholder. Konsep kedermawanan
perusahaan atau (Corpotare Philanthtopy) dalam tanggung jawab sosial tidak lagi
memadai, karena konsep tersebut tidak melibatkan kemitraan tanggung jawab
perusahaan secara sosial dengan stakeholders lainnya.
Pengeluaran
yang di lakukan oleh perusahaa untuk pembangunan komunitas sekitarnya terkadang
hanya bersifat formasilme/adhoc tanpa di landasi semangat untuk memandirikan
komunitas.
Menurut The
World Business Council For Sustainable Development (WBCSD) di nyatakan bahwa
Corporate Social Responsibility adalah komitmen bisnis untuk berkontribusi
dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja denga para karyawan
perusahaan, keluarga karyawa tersebut, berikut komunitas – komunitas tempat
(Lokal) dan komunitas secaara berkeseluruhan, dalam rangka meningkatkan
kualitas kehidupan.
Kegiatan
program yang di lakukan oleh perusahaan dalam konteks tanggung jawab sosialnya
dapat di katagorisasi dalam tiga bentuk:
1.
Public
Relations
Usaha untuk
menanamkan persepsi positif kepada komunitas tentang kegiatan yang di lakukan
oleh perusahaan.
Contoh dalam
koteks Public Relations adalah program “Couse Related Marketing” yang di
jalankan oleh sebuah perusahaan pakaian.
2.
Strategi
Defensif
Usaha yang
di lakukan oleh perusahaan guna menangkis tanggapan negatif komunitas luas yang
sudah tertanam terhadap kegiatan perushaan terhadap karyawannya, dan biasanya
untuk melawan “Serangan” negatif dari anggapan komunitas atau komunitas yang
sudah terlanjur berkembang.
Contoh
kajian Pricewaterhouse Cooper tentang program CSR, di temukan bahwa sejumlah
perusahaan menjalankan CSR karena ingin menghindari konsekuensi negatif dari publisitas
yang buruk.
3.
Keinginan
Tulus Untuk Melakukan Kegiatan Yang Baik yang Benar – benar berasal dari visi
perusahaan itu.
Melakukan
program untuk kebutuhan komunitas atau komunitas sekitar perusahaan atau
kegiatan perusahaan yang berbeda dari hasil perusahaan itu sendiri.
Contoh
seperti tindakan perusahaan sepatu dengan memberikan obat – obatan kepada
mereka yang membutuhkan.
D. KOMUNITAS INDONESIA DAN ETIKA BISNIS
Indonesia
memerlukan suatu bentuk etika bisnis yang sangat spesifik dan sesuai denga model
indonesia. Hal ini dapat di pahami bahwa bila ditilik dari bentuknya, komunitas
Indonesia, komunitas elite, dan komunitas rakyat.
Bentuk –
bentuk pola hidup komunitas di indonesia sangat bervariasi dari berburu meramu
sampai dengan industri jasa.
Dalam suatu
kenyataan di komunitas indonesia pernah terjadi mala petaka kelaparan di daerah
Nabire Papua. Bahwa komunitas Nabire mengkonsumsi sagu, pisang, ubi dan dengan
keadaaan cuaca yang kemarau tanah tidak dapat mendukung pengolahan bagi tanaman
ini, kondisi ini mendorong pemerintah dan perusahaan untuk dapat membantu
komunitas tersebut. Dari gambaran ini tampak bawa tidak adanya rasa empati bagi
komunitas elite dan perusahaan dalam memahami pola hidup komunitas lain.
Dalam
konteks yang demikian, maka di tuntut bagi perusahaan untuk dapat memahami
etika bisnis ketika berhubungan dengan stakeholder di luar perusahaannya
seperti komunitas lokal atau kelompok sosial yang berbeda pola hidup.
Seorang
teman Arif Budimanta mensitir kata–kata sukarno presiden pertama indonesia yang
menyatakan bahwa “tidak akan di serahkan pengelolaan sumber daya alam Indonesia
kepada pihak asng sebelum orang Indonesia mampu mengelolanya”, kalimat ini
terkandung suatu pesan etika bisnis yang teramat dalam bahwa sebelum bangsa
Indonesia dapat menyamai kemampuan asing, maka tidak akan mungkin wilayah
Indonesia di serahkan kepada asing (pengelolaannya).
Jati diri
bangsa perlu digali kembali untuk menetapkan sebuah etika yang berlaku secara
umum bagi komunitas Indonesia yang multikultur ini. Jati diri merupakan suatu
bentuk kata benda yang bermakna menyeluruh sebagai sebuah kekuatan
bangsa.
E. DAMPAK TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN
Tanggung
Jawab Sosial Perusahaan apabila dilaksanakan dengan benar, akan memberikan
dampak positif bagi perusahaan, lingkungan, termasuk sumber daya manusia,
sumber daya alam dan seluruh pemangku kepentingan dalam masyarakat. Perusahaan
yang mampu sebagai penyerap tenaga kerja, mempunyai kemampuan memberikan
peningkatan daya beli masyarakat, yang secara langsung atau tidak, dapat
mewujudkan pertumbuhan lingkungan dan seterusnya. Mengingat kegiatan perusahaan
itu sifatnya simultan, maka keberadaan perusahaan yang taat lingkungan akan
lebih bermakna.
Pada
dasarnya setiap kegiatan perusahaan yang berhubungan dengan sumber daya alam,
pasti mengandung nilai positif, baik bagi internal perusahaan maupun bagi
eksternal perusahaan dan pemangku kepentingan yang lain. Meskipun demikian
nilai positif tersebut dapat mendorong terjadinya tindakan-tindakan dan
perbuatan-perbuatan yang akhirnya mempunyai nilai negatif, karena merugikan
lingkungan, masyarakat sekitar atau masyarakat lain yang lebih luas. Nilai
negatif yang dimaksud adalah seberapa jauh kegiatan perusahaan yang
bersangkutan mempunyai potensi merugikan lingkungan dan masyarakat. Atau
seberapa luas perusahaan lingkungan terjadi sebagai akibat langsung dari
kegiatan perusahaan.
Perusahaan
yang pada satu sisi pada suatu waktu menjadi pusat kegiatan yang membawa
kesejahteraan bahkan kemakmuran bagi masyarakat, pada satu saat yang sama dapat
menjadi sumber petaka pada lingkungan yang sama pula. Misalnya terjadi
pencemaran lingkungan atau bahkan menyebabkan kerusakan alam dan lingkungan
lain yang lebih luas.
Jadi
perusahaan akan mempunyai dampak positif bagi kehidupan pada masa-masa yang
akan datang dengan terpeliharanya lingkungan dan semua kepentingan pada
pemangku kepentingan yang lain sehingga akan menghasilkan tata kehidupan yang
lebih baik. Sebaliknya para penentang pengaturan dan pelaksanaan tanggung jawab
sosial perusahaan secara formal berpendapat apabila tanggung jawab tersebut
harus diatur secara formal, disertai sanksi dan penegakan hukum yang riil. Hal
itu akan menjadi beban perusahaan. Beban perusahaan akhirnya akan menjadi beban
masyarakat sebagai pemangku kepentingan. Oleh karena itu tanggung jawab sosial
perusahaan sangat tepat apabila tetap sebagai tanggung jawab moral, dengan
semua konsekuensinya.
F. MEKANISME PENGAWASAN TINGKAH LAKU
Mekanisme
dalam pengawasan terhadap para karyawan sebagai anggota komunitas perusahaan
dapat dilakukan berkenaan dengan kesesualan atau tidaknya tingkah laku anggota
tersebut denga budaya yang dijadikan pedoman korporasi yang bersangkutan.
Mekanisme pengawasan tersebut berbentuk audit sosal sebagai kesimpulan dari
monitoring dan evaluasi yang dilakukan sebelumnya.
Monitoring
dari evaluasi terhadap tingkah laku anggota suatu perusahaan atau organisasi
pada dasarnya harus dilakukan oleh perusahaan yang bersangkutan secara
berkesinambugan. Monitoring yang dilakuka sifatnya berjangka pendek sedangkan
evaluasi terhadap tingkah laku anggota perusahaan berkaitan dengan kebudayaan
yang berlaku dilakukan dalam jangka panjang. Hal dari evaluas tersebut menjadi
audit sosial. Pengawasan terhadap tingkah laku dan peran karyawan pada dasarnya
untuk menciptakan kinerja karyawan itu sendiri yang mendukung sasaran dan
tujuan dari proses berjalannya perusahaan. Kinerja yang baik adalah ketika
tindakan yang diwujudkan sebagai peran yang sesuai dengan status dalam pranata
yang ada dan sesuai dengan budaya perusahaan yang bersangkutan.
Oleh karena
itu, untuk mendeteksi apakah budaya perusaaan telah menjadi bagian dalam
pengetahuan budaya para karyawannya dilakukan audit sosal dan sekaligus
merencanakan apa aja yang harus dilakukan oleh perusahaan untuk menguatkan
nilai-nilai yang ada agar para karyawan sebagai anggota perusahaan tidak
memunculkan pengetahuan budaya yang dimilikinya di luar lingkungan perusahaan.
Dalam
kehdupan komunitas atau komunitas secara umum, mekanismne pengawasan
terhadap tindakan anggota-anggota komunitas biasanya berupa larangan-larangan
dan sanksi-sanksi sosial yang terimplementasi di dalam atura adat. Sehingga
tampak bahwa kebudayaan menjadi sebuah pedoman bagi berjalannya sebuah proses
kehidupan komunitas atau komunitas. Tindaka karyawan berkenaan dengan perannya
dalam pranata sosial perusahaan dapat menen tukan keberlangsungan aktivitas.
Karyawan
sebagai stake holder, terdapat juga para bekas karyawan, para direksi, pemilik
modal yg juga menentukan berjalannya aktivitas pranata sosial perusahaan.
Kesemua stakeholder tersebut menduduki status dan peran tertentu dalam koporasi
dan mempunyai hubungan fungsional satu dengan lainnya.
Pada
dasarnya suatu perusahaan adalah sebuah organisasi yang dalam kenyataannya
menempati suatu wilayah sosial tertentu. Dan sebagai suatu bentuk
organisai,korporasi tentunya mempunyai tujuan yang dapat dipahami secara
bersama oleh para anggotanya dan dapat menjamin kehidupan para anggotanya dalam
lingkup organisasi yang bersangkutan. Perusahaan sebagai bagian dari suatu
komunitas dan mempunyai suatu kebudayaan tersendiri akan mempunyai sifat yang
adaptif terhadap lingkungannya, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosial
dan budaya yang ada disekitarnya.
Berjalannya
suatu perusahaan tidak akan lepas dari segala perhitungan dan perencanaan yang
mengatur pola aturan yang ada, seperti halnya pada komuitas lainnya seperti
komunitas suku bangsa. Kehidupan sosial komunitas suku bangsa tersebut dalam
lingkup kecil (Desa/kampung/dusun) dapat dipantau dan di monitor oleh
adat istiadatnya sesuai dengan pranata sosial yang berlaku
(kekerabatan,ekonomi, teknologi, mata pencaharian dsb). Dalam perusahaan,
apa yang dikatakan sebagai proses audit sosial adalah mirip atau sama dengan
cara – cara yang dipakai untuk memeriksa keuangan perusahaan yang bersangkutan.
Sebagai
sebuah organisasi, perusahaan yang mempunyai beberpa tenaga ahli dalam
menyiapkan anggaran–anggaran yang dikelurakan, dan begitu dengan pemerikasaan
terhadap anggaran yang telah dikelurkan berkaitan dengan berjalannya organisasi
yang bersangkutan seperti ahli akuntansi dan pemegang buku.
Tenaga–tenaga
ahli tersebut merupakan individu–individu yang menduduki status tertentu,
status dalam hal ini adalah kumpulan hak dan kewajiban yang ada pada diri seseorang
dalam satu lingkup kebudayaan . Sehingga individu tersebut harus berperan sesui
dengan apa yang diisyratkan oleh kebudayaan yang mengatur status yang
bersangutan.
Sehingga
pengukuran finansial sebuah organisasi akan juga dipengaruhi oleh pegawai (tenaga)
dari pengukur tersebut, dan ini sangat terkait dengan sistem sosial dari
pegawai yang bersangkutan. Memang pada dasarnya anggota perusahaan berasal dari
anggota komunitas yang berbeda–beda kebudayaan dan sukubangsa , dan dengan
bersama–bersama dengan orang lain yang berbeda kebudayaan dan sukubangsa
bergabung sebagai satu komunitas perusahaan. Dalam kehidupan komunitas, sistem
sosial akan terus berjalan untuk mengatur segala tingkah laku
individu-individunya.
Berkaitan
dengan pelaksanaan audit sosial, maka sebuah perusahaan atau organisasi harus
jelas terlebih dahulu tentang beberapa aktivitas yang harus dijalankan seperti
:
1.
Aktivitas
apa saja yang harus dilakukan sebagai sebuah orgnisasai, dalam hal ini sasaran
apa yang menjadi pokok dari perusahaan yang harus dituju – internal maupun
ekstrnal (sasaran)
2.
Bagaimana
cara melakukan pencapaian dari sasaran yang dituju tersebut sebagai rangkaian
suatu tindakan (rencana tindakan) yang mengacu pada suatu pola dan
rencana yang sudah disusun sebelumnya.
3.
Bagaimana
mengukur dan merekam pokok – pokok yang harus dilakukan berkaitan dengan
sasaran yang dituju, dalam hal ini keluasan dari kegiatan yang dilakukan
tersebut (indikator).
Ketiga
bentuk aktivitas tersebut terangkai dalam suatu arena sehingga dengan demikian
menjadi sangat sederhana untuk merancang prosedur bagi pemantuan aktivitas yang
bersangkutan, apa yang terjadi dari hari ke hari dengan memonitor kegiatan dari
hari ke hari oleh pemegang buku catatan sosial.
Sehingga
dengan demikian seorang pemeriksa sosial adalah ‘teman yang mengkritik’
(idealnya oran luar) yang secara periodik memeriksa ‘buku’ dan menanyakan
pertanyaan lebih mendalam untuk membantu ketentuan organisasi secara sistematis
pada tingakat yang efektif dalam oprasi internalnya sebaik pada dampak
eksternalnya dalam kaitannya dengan kondisi sosial budaya baik secara intern
maupun ekstern korporasi. Dalam pelaksanaan aktivitas dalam organisasi atau
perusahaan dapat dicatat walaupun pada dasarnya ide–ide tersebut bukan berasal
dari visi dan misi dari organisasi atau perusahaan.
Pelaksanaan
auditor sosial yang berpengalaman biasanya akan bekerja mengukur dan memgrahkan
berjalannya sebuah organisasi berdasarkan pada visi dan misi yang ada, pada
awalnya dia membantu dalam memberikan segala keterangan tentang berjalannya
sebuah organisasi berkaitan dengan indikator yang harus diperhatikan, sasaran
yang ingin dicapai dan kemudian juga merekam kenytaan sosial yang sedang
berjalan dan bagaimana prosedur penilaiannya.
Audit sosial
ini merupakan sistem yang ada dalam kebudayaan perusahaan yang oleh anggota
–anggotanya dipakai untuk merencanakan kegiatan organisasi yang bersangkutan
dan tentunya didasari pada kebudayaan yang berlaku di organisasi yang
bersangkutan.
PERAN SISTEM PENGATURAN GOOD
CORPORATE GOVERNANCE
A. PENGERTIAN PERATURAN
Pengertian peraturan sangat banyak, tergantung dari cara pemikiran diri kita
sendiri
. Peraturan
juga melatih kedisiplinan kita. Jadi jika kita tidak dapat melakukan peraturan,
otomatis kita dinilai tidak disiplin.
Manusia
merupakan mahluk sosial sehingga dalam kesehariannya selalu berhubungan dengan
manusia-manusia yang lain. Karena seringnya terjadi interaksi anatar manusia
tersebut, maka dibutuhkan sesuatu yang bersifat mengatur dan mengikat
manusia-manusia tersebut untuk selalu mematuhi aturan yang telah ditetapkan.
Peraturan dibuat untuk mengatur manusia-manusia yang terdapat dalam satu
kelompok untuk menghindari sikap brutal, mau menang sendiri, dll. Secara umum,
peraturan adalah suatu perjanjian yang telah dibuat untuk kepentingan umum,
tentang apa saja yangBOLEH dilakukan
dan tidak boleh dilakukan.
B. KARAKTERISTIK GOOD CORPORATE
GOVERNANCE
Birokrat sebagai pihak yang terlibat dalam pelayanan publik tentu memiliki
andil yang cukup besar dalam mewujudkan good governance dalam pelayanan publik.
Bentuk Pelayanan publik akan terlihat membawa Negara kepada good governance
jika karakteristik pelayanan publik tersebut telah sesuai dengan karakteristik
Good governance itu sendiri. Dalam hal ini, ada Sembilan karakteristik good
governance dari United Nation Development Program (UNDP), yakni :
1.
Partisipasi
Konsep
partisipasi tentu sejalan dengan system pemerintahan yang demokrasi yang
diterapkan di Indonesia. Partisipasi secara sederhana berarti adanya peran
serta dalam suatu lingkungan kegiatan. Peran serta disini menyangkut akan
adanya proses antara dua atau lebih pihak yang ikut mempengaruhi satu sama lain
yang menyangkut pembuatan keputusan, rencana, atau kebijakan. Dalam pelayanan
publik, partisipasi tidak hanya terjadi diantara pihak pemerintah melalui
birokrat yang kemudian membuat kebijakan mengenai bentuk pelayanan yang akan
diberikan, tetapi juga harus melibatkan masyarakat sehingga mengetahui lebih
lanjut apa yang sebenarnya dibutuhkan masyarakat dalam pelayanan publik. Dalam
hal ini, pemerintah melalui pihak birokrat harus berperan sebagai fasilitator
da katalisator yang memberikan pelayanan terbaik yang memang sesuai.
Tujuan utama
dari adanya partisipasi sendiri adalah untuk mempertemukan kepentingan yang
sama dan berbeda dalam suatu perumusan dan pembuatan kebijakan secara berimbang
untuk semua pihak yang terlibat dan terpengaruh. Keterlibatan masyarakat lebih
kepada pengharapan akan tertampungnya berbagai aspirasi dan keluhan masyarakat
mengenai pelayanan yang diberikan oleh birokrat selama ini. Masyarakat terlibat
baik dalam bentuk perencanaan untuk mengedepankan keinginan terhadap pelayanan
publik, perumusan ataupun pembuatan kebijakan, serta juga sebagai pengawas
kinerja pelayanan.
2.
Rule of
law
Rule of low
berarti penegakan hukum yang adil dan tanpa pandang buluh, yang mengatur
hak-hak manusia yang berarti adnya supremasi hukum. Menurut Bargir manan
(1994), supremasi hukum mengandung arti : Suatu tindakan hukunm hanya sah
apabila dilakukan menurut atau berdasarkan aturan hukum tertentu (asas
legalitas). Ketentuan hukum hanya dapat dikesampingkan dalam hal kepentingan
umum benar-benar menghendaki atau penerapan suatu aturan hukum akan melanggar
dasar-dasar keadilan yang berlaku dalam masyarakat (principles of natural
justice). Ada jaminan yang melindungi hak-hak setiap orang baik yang bersifat
asasi maupun yang tidak asasi dari tindakan pemerintah atau pihak lainnya.
3.
Transparansi
Transparansi
berarti adanya keterbukaan terhadap publik sehingga dapat diketahui oleh pihak
yang berkepentingan mengenai kebijakan pemerintah dan organisasi badan usaha,
terutama para pemberi pelayanan publik. Transparansi menyangkut kebebasan
informasi terhadap publik. Satu hal yang membedakan organisasi swasta dan
publik adalah dalam masalah transparansi sendiri. Dalam organisasi swasta,
keterbukaan informasi bukanlah suatu hal yang menjadi harus. Banyak hal yang
dirasa harus dirahasiakan dari publik dan hanya terbuka untuk beberapa pihak.
Sementara itu, organisasi publik yang bergerak atas nama publik mengharuskan
adanya keterbukaan agar dapat menilai kinerja pelayanan yang diberikan. Dengan
begini, akan terlihat bagaimana suatu system yang berjalan dalam organisasi
tersebut.
4.
Responsif
Responsif
berarti cepat tanggap. Birokrat harus dengan segera menyadari apa yang menjadi
kepentingan public (public interest) sehingga cepat berbenah diri. Dalam hal
ini, Birokrasi dalam memberikan pelayanan publik harus cepat beradaptasi dalam
memberikan suatu model pelayanan. Masyarakat adalah sosok yang kepentingannya
tidak bisa disamakan secara keseluruhan dan pada saatnya akan merasakan suatu
kebosasanan dengan hal yang stagnan atau tidak ada perubahan, termasuk dalam
pemberian pelayanan. masyarakat selalu akan menuntut suatu proses yang lebih
mudah/simple dalam memenuhi berbagai kepentingannya. Oleh karena itu, Birokrasi
harus dengan segera mampu membaca apa yang menjadi kebutuhan publik.
5.
Berorientasi
pada consensus
Berorientasi
pada consensus berarti pembuatan dan pelaksanaan kebijakan harus merupakan
hasil kesepakatan bersama diantara para actor yang terlibat. Hal ini sejalan
dengan konsep partisipatif dimana adanya keterlibatan dari masyarakat dalam
merumuskan secara bersama mengenai hal pelayanan publik.
6.
Keadilan
Keadilan
berarti semua orang (masyarakat), baik laki-laki maupun perempuan, miskin dan
kaya memilik kesamaan dalam memperoleh pelayanan publik oleh birokrasi. Dalam
hal ini, birokrasi tidak boleh berbuat diskriminatif dimana hanya mau melayani
pihak-pihak yang dianggap perlu untuk dilayani, sementara ada pihak lain yang
terus dipersulit dalam pelayanan bahkan tidak dilayani sama sekali. Konsep
keadilan masih terlihat sulit diterpakan dalam pelayanan publik di Indonesia.
Hal ini bisa dipengaruhi karena konflik kepentingan birokrasi.
7.
Efektif
dan efisien
Efektif
secara sederhana berarti tercapainya sasaran dan efisien merupakan bagaimana
dalam mencapai sasaran dengan sesuatu yang tidak berlebihan (hemat). Dalam
bentuk pelayanan publik, hal ini berarti bagaimana pihak pemberi pelayanan
melayani masyarakat seefektif mungkin dan tanpa banyak hal-hal atau prosedur
yang sebenarnya bisa diminimalisir tanpa mengurangi efektivitasnya.
8.
Akuntabilitas
Akuntabilitas
berarti tanggung gugat yang merupakan kewajiban untuk member pertanggungjawaban
dan berani untuk ditanggung gugat atas kinerja atau tindakan dalam suatu
organisasi. Dalam pemberian pelayanan publik, akuntabilitas dapat dinilai sudah
efektifkah prosedur yang diterapkan oleh organisasi tersbut, sudah sesuaikah
pengaplikasiannya, dan bagaiman dengan pengelolaan keuangannya, dan lain-lain.
Dalam birokrasi, akuntabilitas yang berarti akuntabilitas publik menjadi
sesuatu yang sepertinya menjadi sosok yang menakutkan. Hal ini tentunya
disadari dari ketidakjelasan atas kinerja birokrat itu sendiri. Namun,
ternyata, banyak cara yang sering dilakukan para birokrat dalam menutupi
kesalahan sehingga akuntabilitasnya terlihat baik.
Menurut
Turner dan Hulme (Mardiasmo, 2002), menerapkan akuntabilitas memang sangatlah
sulit, bahkan lebih sulit dalam memberantas korupsi. Akuntabilitas saat ini
menjadi konsep utama yang harus diterapkan dalam organisasi publik dalam
mendongkrak kinerja mereka tentunya. Tuntutan akan akuntabilitas tidak hanya
menekankan pada tanggung gugat secara vertical dalam artaian antara bawahan
terhadap atasan, tetapi juga secara horizontal yang berarti terhadap
masyarakat.
9.
Strategic
vision
Penyelenggara
pemerintahan dan masyarakat harus memiliki visi jauh kedepan. Pemerintah dan
masyarakat harus memiliki kesatuan pandangan sesuai visi yang diusung agar
terciptanya keselarasan dan integritas dalam pembangunan, dengan memperhatikan
latar belakang sejarah, kondisi social, dan budaya masyarakat.
C. Commission Of Human Right (Hak Asasi Manusia)
Hak Asasi Manusia adalah
hak-hak yang telah dipunyai seseorang sejak ia dalam kandungan. HAM berlaku
secara universal. Dasar-dasar HAM tertuang dalam deklarasi kemerdekaan Amerika
Serikat (Declaration of Independence of USA) dan tercantum dalam UUD 1945
Republik Indonesia, seperti pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat 2,
pasal 30 ayat 1 dan pasal 31 ayat 1.
Dalam teori
perjanjian bernegara, adanya Pactum Unionis dan Pactum Subjectionis. Pactum
Unionis adalah perjanjian antara individu-individu atau kelompok-kelompok
masyarakat membentuik suatu negara, sedangkan pactum unionis adalah perjanjian
antara warga negara dengan penguasa yang dipiliah di antara warga negara
tersebut (Pactum Unionis). Thomas Hobbes mengakui adanya Pactum Subjectionis
saja. John Lock mengakui adanya Pactum Unionis dan Pactum Subjectionis dan JJ
Roessaeu mengakui adanya Pactum Unionis. Ke-tiga paham ini berpenbdapat
demikian. Namun pada intinya teori perjanjian ini meng-amanahkan adanya
perlindungan Hak Asasi Warga Negara yang harus dijamin oleh penguasa, bentuk
jaminan itu mustilah tertuang dalam konstitusi (Perjanjian Bernegara).
Alasan di
atas pula yang menyebabkan HAM bagian integral dari kajian dalam disiplin ilmu
hukum internasional. Oleh karenannya bukan sesuatu yang kontroversial bila
komunitas internasional memiliki kepedulian serius dan nyata terhadap isu HAM
di tingkat domestik. Malahan, peran komunitas internasional sangat pokok dalam
perlindungan HAM karena sifat dan watak HAM itu sendiri yang merupakan
mekanisme pertahanan dan perlindungan individu terhadap kekuasaan negara yang
sangat rentan untuk disalahgunakan, sebagaimana telah sering dibuktikan sejarah
umat manusia sendiri. Contoh pelanggaran HAM:
1.
Penindasan
dan merampas hak rakyat dan oposisi dengan sewenang-wenang.
2.
Menghambat
dan membatasi kebebasan pers, pendapat dan berkumpul bagi hak rakyat dan
oposisi.
3.
Hukum
(aturan dan/atau UU) diperlakukan tidak adil dan tidak manusiawi.
4.
Manipulatif
dan membuat aturan pemilu sesuai dengan keinginan penguasa dan partai
tiran/otoriter tanpa diikut/dihadir rakyat dan oposisi.
5.
Penegak
hukum dan/atau petugas keamanan melakukan kekerasan/anarkis terhadap rakyat dan
oposisi di manapun.
Universal Declaration of Human Rights (Isi Pernyataan Pernyataan
Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia) antara lain mencantumkan, bahwa setiap
orang mempunyai hak :
1.
Hidup
2.
Kemerdekaan
dan keamanan badan
3.
Diakui
kepribadiannya
4.
Memperoleh
pengakuan yang sama dengan orang lain menurut hukum untuk mendapat jaminan
hukum dalam perkara pidana, seperti diperiksa di muka umum, dianggap tidak
bersalah kecuali ada bukti yang sah
5.
Masuk dan
keluar wilayah suatu Negara
6.
Mendapatkan
asylum
7.
Mendapatkan
suatu kebangsaan
8.
Mendapatkan
hak milik atas benda
9.
Bebas
mengutarakan pikiran dan perasaan
10. Bebas memeluk agama
11. Mengeluarkan pendapat
12. Berapat dan berkumpul
13. Mendapat jaminan sosial
14. Mendapatkan pekerjaan
15. Berdagang
16. Mendapatkan pendidikan
17. Turut serta dalam gerakan kebudayaan
dalam masyarakat
18. Menikmati kesenian dan turut serta
dalam kemajuan keilmuan
D. Kaitannya Good Governance Dengan Etika Bisnis
1.
Code of
Corporate and Business Conduct
Kode Etik dalam tingkah laku berbisnis di perusahaan (Code of Corporate and Business Conduct)” merupakan
implementasi salah satu prinsip Good Corporate Governance (GCG). Kode etik
tersebut menuntut karyawan & pimpinan perusahaan untuk melakukan
praktek-praktek etik bisnis yang terbaik di dalam semua hal yang dilaksanakan
atas nama perusahaan. Apabila prinsip tersebut telah mengakar di dalam
budaya perusahaan (corporate culture), maka seluruh
karyawan & pimpinan perusahaan akan berusaha memahami dan berusaha mematuhi
“mana yangBOLEH”
dan “mana yang tidak boleh” dilakukan dalam aktivitas bisnis perusahaan.
Pelanggaran atas Kode Etik merupakan hal yang serius, bahkan dapat
termasuk kategori pelanggaran hukum.
2.
Nilai Etika
Perusahaan
Kepatuhan pada Kode Etik ini merupakan hal yang sangat
penting untuk mempertahankan dan memajukan reputasi perusahaan sebagai karyawan
& pimpinan perusahaan yang bertanggung jawab, dimana pada akhirnya akan
memaksimalkan nilai pemegang saham (shareholder value).
Beberapa nilai-nilai etika perusahaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip GCG,
yaitu kejujuran, tanggung jawab, saling percaya, keterbukaan dan kerjasama.
Kode Etik yang efektif seharusnya bukan sekedar buku atau dokumen yang
tersimpan saja. Namun Kode Etik tersebut hendaknya dapat dimengerti oleh
seluruh karyawan & pimpinan perusahaan dan akhirnya dapat dilaksanakan
dalam bentuk tindakan (action). Beberapa contoh pelaksanaan kode etik
yang harus dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan, antara
lain masalah informasi rahasia dan benturan kepentingan (conflict of interest).
Kasus yang
ada dalam literatur dan contoh perilaku bisnis yang melanggar etika bisnis
Contoh Kasus Korupsi
Malinda Dee
Divonis 8 Tahun Penjara
JAKARTA,
KOMPAS.com — Majelis hakim di
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis delapan tahun penjara
kepada Inong Malinda Dee binti Siswo Wiratmo (49). Majelis hakim yang diketuai
Gusrizal dalam sidang di ruang sidang utama PN Jaksel menilai terdakwa Malinda
terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana perbankan dan
pencucian uang yang didakwakan kepadanya.
"Menjatuhkan
hukuman pidana kepada terdakwa Inong Malinda Dee binti Siswo Wiratmo hukuman
penjara selama delapan tahun dan denda sebesar 10 miliar rupiah," kata
Ketua Majelis Hakim Gusrizal membacakan putusan di Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan, Rabu (7/3/2012).
Hakim menilai seluruh dakwaan yang dikenakan kepada mantan Relationship Manager Citibank itu terbukti secara sah dan meyakinkan. Empat dakwaan yang dikenakan kepada Malinda terdiri atas dua dakwaan terkait tindak pidana perbankan, yaitu dakwaan primer Pasal 49 Ayat (1) huruf a UU Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan UU No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan junctoPasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP serta dakwaan subsider pertama, Pasal 49 Ayat (2) huruf b UU No 7/1992 sebagaimana telah diubah dengan UU No 10/1998 tentang Perbankan juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Malinda juga dianggap terbukti bersalah melakukan tindak pidana pencucian sebagaimana disebutkan dalam dakwaan subsider kedua Pasal 3 Ayat (1) Huruf b UU No 15/2002 sebagaimana telah diubah dengan UU No 25/2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP dan dakwaan subsider ketiga Pasal 3 UU No 8/2010 tentang Pencegahan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang joPasal 65 Ayat (1) KUHP.
Hakim menilai seluruh dakwaan yang dikenakan kepada mantan Relationship Manager Citibank itu terbukti secara sah dan meyakinkan. Empat dakwaan yang dikenakan kepada Malinda terdiri atas dua dakwaan terkait tindak pidana perbankan, yaitu dakwaan primer Pasal 49 Ayat (1) huruf a UU Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan UU No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan junctoPasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP serta dakwaan subsider pertama, Pasal 49 Ayat (2) huruf b UU No 7/1992 sebagaimana telah diubah dengan UU No 10/1998 tentang Perbankan juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Malinda juga dianggap terbukti bersalah melakukan tindak pidana pencucian sebagaimana disebutkan dalam dakwaan subsider kedua Pasal 3 Ayat (1) Huruf b UU No 15/2002 sebagaimana telah diubah dengan UU No 25/2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP dan dakwaan subsider ketiga Pasal 3 UU No 8/2010 tentang Pencegahan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang joPasal 65 Ayat (1) KUHP.
Contoh Kasus Pemalsuan dan
Penyelesaiannya
KASUS
PEMALSUAN UANG: Mabes Polri Temukan 8 Barang Bukti
BISNIS.COM, JAKARTA—Mabes
Polri menyatakan telah menemukan delapan barang bukti terkait pengungkapan
kasus uang palsu yang terjadi di Bogor pada Jumat (26/4/2013).
Kepala
Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Mabes Polri Brigjen Pol. Boy Rafli
Amar mengungkapkan penemuan barang bukti itu diungkap lewat pemeriksaan
Polri di rumah tersangka.
Adapun,
delapan barang bukti itu antara lain 1 buah koper besar berisi 26 lembar uang
kertas pecahan Rp100.000, 50.549 lembar uang Brasil pecahan 5.000 real, 7.000
lembar uang China pecahan 1 yuan, 1.718 lembar uang kertas pecahan Rp100.000.
Barang
bukti lainnya adalah 400 lembar uang Brasil pecahan 1 real, 153 lembar dollar
Singapura, plat garansi original Bank Swiss 1 lembar, dan foto tersangka
berseragam pakaian dinas upacara (PDU) 1 Polri berpangkat Irjen Pol dan
Gubernur yang sudah proses edit
adobe photoshop yang
terpasang di ruang tamu rumah tersangka.
Sementara
itu, Boy menegaskan pihaknya terus bekerjasama dan berkoordinasi dengan Bank
Indonesia dan lembaga perbankan untuk menindaklanjuti maraknya kasus uang palsu
dengan cara melalui penegakan hukum saksi ahli.
“Penegak
hukum uang itu diatur oleh BI. Apabila terjadi hal-hal yang berkaitan dengan
pemalsuan uang, BI menjadi pihak yang berkepentingan untuk menegakkan hukum,”
jelasnya. (sep)
Contoh Kasus
HAK CIPTA
Perkara gugatan pelanggaran hak cipta logo cap jempol pada kemasan produk mesin cuci merek TCL bakal berlanjut ke Mahkamah Agung setelah pengusaha Junaide Sasongko melalui kuasa hukumnya mengajukan kasasi. “Kita akan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA), rencana besok (hari ini) akan kami daftarkan,” kata Angga Brata Rosihan, kuasa hukum Junaide. Meskipun kasasi ke MA, Angga enggan berkomentar lebih lanjut terkait pertimbangan majelis hakim yang tidak menerima gugatan kliennya itu. “Kami akan menyiapkan bukti-bukti yang nanti akan kami tunjukan dalam kasasi,” ujarnya. Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengatakan tidak dapat menerima gugatan Junaide terhadap Nurtjahja Tanudi-sastro, pemilik PT Ansa Mandiri Pratama, distributor dan perakit produk mesin cuci merek TCL di Indonesia.
Pertimbangan majelis hakim menolak gugatan tersebut antara lain gugatan itu salah pihak (error in persona). Kuasa hukum tergugat, Andi Simangunsong, menyambut gembira putusan Pengadilan Niaga tersebut. Menurut dia, adanya putusan itu membuktikan tidak terdapat pelanggaran hak cipta atas peng-gunaan logo cap jempol pada produk TCL di Indonesia. Sebelumnya, Junaide menggugat Nurtjahja karena menilai pemilik dari perusahaan distributor dan perakit produk TCL di Indonesia itu telah menggunakan logo cap jempol pada kemasan mesin cuci merek TCL tanpa izin. Dalam gugatanya itu. penggugat menuntut ganti rugi sebesar Rp 144 miliar.
Penggugat mengklaim pihaknya sebagai pemilik hak
eksklusif atas logo cap jempol. Pasalnya dia mengklaim pemegang sertifikat hak
cipta atas gambar jempol dengan judul garansi di bawah No.-C00200708581 yang
dicatat dan diumumkan untuk pertama kalinya pada 18 Juni 2007. Junaide
diketahui pernah bekerja di TCL China yang memproduksi AC merek TCL sekitar
pada 2000-2007. Pada 2005. Junaide mempunya ide untuk menaikkan kepercayaan
masyarakat terhadap produk TCL dengan membuat gambar jempol yang di bawahnya
ditulis garansi. Menurut dia, Nurtjahja telah melanggar Pasal 56 dan Pasal 57
UU No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta. Untuk itu Junaide menuntut ganti rugi
materiel sebesar Rpl2 miliar dan imateriel sebesar Rp 120 miliar.
Diskriminasi Wanita di Perusahaan Teknologi
Jakarta, CNN Indonesia -- Ellen Pao menggugat bekas perusahaannya Keliner Perkins
Caufiled & Byers. Dia merasa perlu menyeret perusahaan pemodal di bidang
teknologi ini ke pengadilan karena diskriminasi dan pelecehan seksual
terhadapnya.
Kejadiannya sudah berlangsung beberapa tahun lalu. Wanita cantik ini merasa perusahaan teknologi besar yang berbasis di Sillicon Valley itu melakukan diskriminasi di tempatnya bekerja.
Kejadiannya sudah berlangsung beberapa tahun lalu. Wanita cantik ini merasa perusahaan teknologi besar yang berbasis di Sillicon Valley itu melakukan diskriminasi di tempatnya bekerja.
tiga hari melakukan musyawaran dalam gugatan yang dilakukan
oleh Ellen Pao ke bekas perusahaanya itu.
"Saya telah bercerita kepada ribuan orang dan mengatakan bahwa saya membantu mereka meningkatkan lapangan pekerjaan bagi wanita dan kelompok minoritas di perusahaan pemodal ini, walaupun pertempuran ini tampaknya akan sia-sia," kata Pao, seusai menerima keputusan pengadilan, yang dikutip dari CNBC.
Pengacara dari Kleiner Perkins, Lynne Hermle, mengatakan bahwa sebenarnya Pao gagal memenuhi target di perusahaan dan meminta pembayaran yang lebih besar.
"Keluhan Ellen Pao hanya dibuat untuk satu tujuan, pembayaran besar bagi dirinya," kata Hermie. Sementara itu pengacara Pao mengatakan, bahwa selama bekerja di sana, klienya beberapa kali mendapatkan perlakuan yang menjurus pelecehan seksual, seperti dikeluarkan saat makan malam bersama mantan Wakil Presiden AS Al Gore, karena semua yang hadir di sana adalah pria.
Selain itu dia juga pernah mendapatkan buku yang berisi puisi erotis terhadap pasangan, diminta untuk membuat catatan seperti sekretaris pada tiap pertemuaan dan pernah diajak obrolan pornografi saat di pesawat pribadi.
Pejabat Kleiner Perkins mengatakan bahwa Pao adalah karyawan yang suka mengeluh dan memutarbalikan fakta.
"Saya telah bercerita kepada ribuan orang dan mengatakan bahwa saya membantu mereka meningkatkan lapangan pekerjaan bagi wanita dan kelompok minoritas di perusahaan pemodal ini, walaupun pertempuran ini tampaknya akan sia-sia," kata Pao, seusai menerima keputusan pengadilan, yang dikutip dari CNBC.
Pengacara dari Kleiner Perkins, Lynne Hermle, mengatakan bahwa sebenarnya Pao gagal memenuhi target di perusahaan dan meminta pembayaran yang lebih besar.
"Keluhan Ellen Pao hanya dibuat untuk satu tujuan, pembayaran besar bagi dirinya," kata Hermie. Sementara itu pengacara Pao mengatakan, bahwa selama bekerja di sana, klienya beberapa kali mendapatkan perlakuan yang menjurus pelecehan seksual, seperti dikeluarkan saat makan malam bersama mantan Wakil Presiden AS Al Gore, karena semua yang hadir di sana adalah pria.
Selain itu dia juga pernah mendapatkan buku yang berisi puisi erotis terhadap pasangan, diminta untuk membuat catatan seperti sekretaris pada tiap pertemuaan dan pernah diajak obrolan pornografi saat di pesawat pribadi.
Pejabat Kleiner Perkins mengatakan bahwa Pao adalah karyawan yang suka mengeluh dan memutarbalikan fakta.
Konflik anak-anak yang putus sekolah dikarenakan
membantu orang tuanya.
Banyak anak usia wajib belajar yang putus sekolah
karena harus bekerja. Kondisi itu harusnya menjadi perhatian pemerintah karena
anak usia wajib belajar mesti menyelesaikan pendidikan SD-SMP bahkan SMA tanpa
hambatan termasuk persoalan biaya. Berdasarkan data survei yang dilaporkan oleh
Badan Pusat Statistik pada 2006 bahwa tercatat anak usia 10-17 tahun telah
menjadi pekerja sebanyak 2,8 juta anak.Dari hasil studi anak, ditemukan bahwa
anak-anak usia 9-15 tahun terlibat dengan berbagai jenis pekerjaan yang
berakibat buruk terhadap kesehatan fisik, mental, emosional dan seks.
Awalnya mereka hanya sekedar membantu orang tua,
tetapi kemudian terjebak menjadi pekerja permanen lalu sering bolos sekolah dan
akhirnya putus sekolah.
Solusi untuk cara penanganannya :
Bagi anak-anak miskin, Bantuan Operasional Sekolah
(BOS) saja belum cukup. Semestinya pemerintah serta pihak sekolah memikirkan
untuk memberikan beasiswa tambahan untuk pembelian seragam dan alat tulis serta
biaya transportasi dari rumah ke sekolah agar anak-anak usia wajib belajar
tidak terbebani dengan biaya pendidikan dan pada akhirnya harus kehilangan
kesempatan untuk menggali ilmu dan harus meninggalkan dunia sekolah untuk
bekerja.
DAFTAR PUSTAKA
DR. Erni R. Ernawan: 2007, Bussines Ethics, Bandung,
Alfabeta Bandung
DR. A. Sonny Keraf : 1998, Etika Bisnis, KANISIUS.
[1] ) DR. A. Sonny Keraf, Etika Bisnis, hal
162-163.
[2] ) DR. A. Sonny Keraf, Etika Bisnis, hal
164-165
Arijanto,
Agus., Etika Bisnis bagi Pelaku Bisnis, Edisi ketiga, PT. RajaGrafindo
Persada, Jakarta, 2011.
disertasi
Js. Drs. Ongky Setio Kuncono, MM, MBA, Pengaruh Etika Confucius Terhadap
Kewirausahaan, Kemampuan Usaha dan Kinerja Usaha Pedagang Eceran Etnis Tionghoa
di Surabaya.
Carroll dan
Buchollz (2005) dalam Rudito (2007:49)
https://id.wikipedia.org/wiki/Etika_bisnis
Komentar
Posting Komentar